MUNGKIN berlebihan kalau dibilang kerja menyair pada intinya adalah mendiksi. Memilih kata yang tepat untuk mengucapkan sesuatu. Tema-tema sajak berulang dari satu penyair ke penyair. Selain menggarap tema-tema baru, bisakah kita menghindar dari tema cinta, maut, rindu, kesepian, ketidakadilan, atau ketuhanan? Bagaimana cara menyajakkan tema itu, itulah yang jadi taruhan keberhasilan sajak kita. Dengan kata lain bagaimana tema itu diucapkan. Dengan kata lain kata apa yang dipakai atau dipilih untuk mengucapkan tema itu. Dengan kata lain: diksi.
BAGAIMANA kita bisa memilih kata kalau kita tidak punya pilihan yang banyak? Maka, perkayalah diri kira dengan kata, supaya leluasa memilih. Leluasa mendiksi. Tapi, jangan pula kita jadi orang kayakata yang sombong. Mentang-mentang punya banyak kata lalu sok mengumbar kata-kata di sembarang sajak biar dibilang hebat. Apalagi kalau kata-kata itu kita dapat dengan cara yang tidak bajik dan tidak baik. Apalagi kalau kita cuma sok memiliki kata itu padahal kata itu sendiri tak pernah merasa menjadi milik kita.
BUKANLAH itu maunya diksi. Diksi itu memilih. Sebelum kita memilih tentu kita harus akrab dulu dengan apa yang kita pilih. Supaya dia ikhlas dan mendukung niat pengucapan kita. Dengan kata lain mencari kata yang paling pas untuk dipakai pada waktu yang pas.
BAGAIMANA kalau kita mau mengucapkan dengan kata-kata sembarang saja? Kalau pengucapan dengan cara itu dilakukan dengan sadar, artinya memang menjadi pilihan di antara pengucapan-pengucapan lain yang kita punya, itupun diksi juga namanya, asal sembarang kata tadi tetap membuat pengucapan kita sampai juga pada niat sajak kita.