Syair Rabindranath Tagore
Tidur di mata bayi, siapa yang mencuri? Aku tahu, mesti.
Ada kendi terdekap di pinggang, ibu pergi mengambil air
tak jauh di luar desa.
Hari telah malam. Anak-anak kehabisan waktu bermain;
itik di kolam tak lagi meriuhkan suara.
Bocah gembala berbaring tertidur di bawah bayang-bayang
rindang pohon banyan.
Burung bangau berdiri muram masih di sana ia di rawa-rawa
di dekat rerumpun pohon mangga.
Sementara itulah, datang sang penuri-tidur, dan merampas
lekas tidur dari mata bayi, lalu berembus pergi.
Ketika ibu telah pulang dia lihat bayinya menjelajah empat
penjuru rumah, semua ruang ia jamah.
Tidr di mata bayi, siapa yang mencuri? Aku tahu, mesti.
Aku harus temukan dia segera, kemudian merantainya.
Aku mesti mencari ke gua-gua gelap, di mana arus kecil
menetes-netes di batu-batu besar dan batu mengerut.
Aku mesti mencari di teduh rumpun bakula yang melenakan,
di mana merpati bersuara di sudutnya, dan gelang kaki peri,
berdentingan dalam sunyi malam yang penuh bintang.
Di malam hari, aku mengintip di bisik senyap hutan bambu,
di mana kunang-kunang menuntaskan cahaya, dan aku
akan bertanya pada semua makhluk yang terjumpa, " Siapa
yang bisa beri aku tahu, di mana tinggalnya pencuri tidur itu?
Harus aku beri pelajaran dia, kalau nanti bisa tertangkap dia!
Akan kubongkar sarangnya dan kucari di mana dia timbun
semua tidur yang telah dia curi.
Aku akan rampas semuanya, dan kubawa pulang ke rumah.
Aku akan ikat saja dua sayapnya, dan tinggalkan dia di tepi
sungai, dan biarkan saja dia bermain dengan pancing batang
bulu di antara arus sungai dan bunga lili air.
Ketika hari pasar berakhir di malam hari, anak-anak desa
duduk di pangkuan ibunya, dan riuh suara burung malam
seakan mengancam:
"Tidur siapakah yang akan kau curi sekarang?"