PADA seorang Chairil Anwar apa yang bisa kita teladani? Orang bilang vitalitasnya, tenaga hidupnya, totalitasnya pada kesenian, pada sastra, pada puisi. Kartu posnya kepada Jassin.... "Dalam kalangan kita sipat setengah-setengah bersimaharaja benar. Kau tentu tahu itu. Aku memasuki kesenian dengan sepenuh hati..... "
Ia mengamati lingkungannya. Orang-orang di seputarnya. Ia menggugat. Ia bandingkan dengan dirinya sendiri. Tapi, pada kali yang sama, Chairil juga mempertanyakan kepenuhanhatinya. Ia pegang keyakinan. Tapi ia ragukan pula terus keyakinannya itu. Ia ingin yakin bahwa dia benar-benar pegang itu keyakinan.
Pada kartu pos yang sama dia bilang ke Jassin, ..."Tapi hingga kini lahir aku hanya bisa mencampuri dunia kesenian setengah-setengah pula. Tapi untunglah bathin seluruh hasrat dan minatku sedari umur 15 tahun tertuju pada satu titik saja, kesenian."
Artinya, Chairil pada usia yang bagi kebanyakan kita kini masih gamanglimbung, sudah membuat keputusan. Ia tahu apa yang dia putuskan. Ia tahu pada keputusan itulah ia menuju, mengerahkan tenaga mengikut pada hasrat dan minat yang telah ia ditegarkan di dalam bathinnya.***