DALAM diri penyair itu ada mesin puisi. Bagaimana mesin itu bekerja? Pertama, ada pengalaman yang datang lewat semua indera. Itulah bahan baku yang musti diolah. Kemudian bekerjalah tanggapan rasa hati atas pengalaman itu dipaduatur dengan olahan daya khayal di pikiran maka hasilnya adalah sebuah puisi. Kerjanya mesin itu belum tentu mulus. Tak harus pakai patokan waktu. Dan hasilnya belum tentu bagus, belum tentu memuaskan si penyair selaku operator mesin itu.
AGAR mesin itu tetap berfungsi dengan baik, maka si penyair tentu harus merawatnya. Termasuk menjamin bahwa selalu ada bahan yang bisa diolah oleh si mesin. Sesekali boleh saja mesin itu direhatkan. Sesekali perlu juga suku cadang mesin itu ditinjau, diganti, diperbaharui lagi.
SESEKALI si penyair perlu juga melihat cara kerja mesin puisi lain milik penyair lain. Sesedikitnya dia bisa melihat hasil olahan mesin puisi lain alias membaca puisi-puisi lain. Bukan untuk menghasilkan puisi yang sama, tapi untuk membandingkan seberapa beres mesinnya sudah bekerja selama ini. Sekalian mungkin dari situ dia bisa merancang apakah mesinnya bisa menghasilkan produk lain yang lebih unik. Atau bahkan mungkin mempertimbangkan untuk mengganti mesin baru.***