HARI-HARI ini, mungkin kau banyak menerima undangan menyertakan puisimu dalam buku yang katanya bakal segera terbit. Si pengundang melihat, ada momen untuk membuat tema besar. Puisi harus turun haluan. Undangan itu menggodamu untuk memenuhinya, bukan?
TAPI pertimbangkanlah lagi. Tema besar memang menggoda untuk dipuisikan. Tentu tak ada salahnya untuk menggubah itu jadi puisi. Menulislah, seperti kau menulis puisi dengan tema apa saja. Kecil atau besar. Karena, sebenarnya tak ada pentarafan itu, bukan? Kecil besar tak ada bedanya, karena yang penting adalah seberapa kuat sebuah peristiwa mendorongmu, menggerakkanmu, menggodamu, merangsangmu, menggelorakanmu, menuntutmu untuk memuisikannya.
MENULIS puisi juga bukan sekadar melayani kejadian atau mendokumentasikan peristiwa, bukan? Juga bukan sekadar agar namamu masuk dalam deretan penyair yang kelak tampil dalam buku-buku puisi yang tengah disusun oleh panitia yang sudah mengundangmu.
SATU dua puisi saya, saya kirimkan juga setelah undangan tersebut. Soalnya saya menuliskankannya sebelum undangan itu datang. Saya tak punya lagi puisi untuk undangan yang datang kemudian. Saya tidak merasa bersalah tak melayani undangan itu.
SAYA tak ingin merasa berdosa dengan puisi.[]