SELUCU apapun sebuah lelucuan ketika disampaikan berulang-ulang maka kelucuannya pasti luntur. Begitulah juga puisi. Sehebat apapun ungkapannya dan sedalam apapun maknanya, kalau didaurulang terus, dari puisi ke puisi kita, apalagi kalau kita comot dari puisi orang lain, maka maknanya akan mendangkal, gaya ungkapannya pun busukbasi. NIlainya hilang sama sekali.
LELUCUAN baru yang segar dan tidak garing, yang cerdas dan tidak sekadar konyol, bisa dan harus kita temukan bila ingin membuat orang ikhlas tertawa atas kelucuan lelucuan kita. Bukan menertawakan kita yang kehabisan ide. Begitu pun puisi. Gaya dan cara ungkapan dan arah-arah pemaknaan baru harus dan bisa kita gali dari kehidupan, dari kenyataan agar pembaca ikhlas ikut memaknainya, menikmati gaya ungkapnya.