dari Sajak The Lake
Edgar Allan Poe
Pada musim semi yang muda, tibalah bagiku saatnya
Mendatangi lagi, mencari tempat di luas bentang bumi
Dimana cinta tak bisa lagi ada, tak bisa lagi sisa;
O, betapa eloknya sunyi, betapa moleknya sendiri
Di danau; berbatas pagar batu-batu legam
Dan lingkar julang pinus bak menara mercu.
Lalu ketika malam menyelimutkan selubung suram
Di atas danau - di atas segala balau -
Angin pun berlalu melangkahiku tenang
Dengan siul berlagu bernada satu
Jiwa masa kanakku pun terpanggil,
Dicekam sunyi danau sendiri terpencil.
Dari cekaman teror tak ada takut menebar -
Cuma keriangan yang memendam geram getar
Juga perasaan yang tak terkata tak tergambar,
Bersemi musim dari pikiran yang gelap samar.
Kematian ada di riak ombak yang meracun itu
Dan di teluk yang menyimpan perangkat makam
Disaji untuk engkau yang membawa suka cita
ke gelap khayali, hitam imaji;
Engkau yang menumbuhliarkannya hingga tercipta
Taman Surga dari danau yang suram kelam.
(Dari Tamarlane and Other Poems, 1827)
Blog ini adalah daerah cagar, suaka bagi sajak-sajak, terjemahan, dan esai-esai Hasan Aspahani. Hal-ihwal yang pernah hilang dan ingin ia hapuskan.
Thursday, July 31, 2003
Wednesday, July 30, 2003
Sekadar Catatan, 1
Sudah lama kita tak bikin donat, Na
Shiela bilang dia kangen meses coklat
aku mungkin terlalu sibuk dengan puisi dan deadline koran. tak sempat lagi membakar ikan. bumbu kecap dan sambal cabe yang selalu bikin kita kepedasan. hmm, resepnya kita klipping dari koran mingguan. arangnya tempurung dari kedai di blok D yang kita minta gratisan. aku mungkin terlalu sibuk dengan puisi dan deadline koran.
Shiela bilang dia kangen meses coklat
aku mungkin terlalu sibuk dengan puisi dan deadline koran. tak sempat lagi membakar ikan. bumbu kecap dan sambal cabe yang selalu bikin kita kepedasan. hmm, resepnya kita klipping dari koran mingguan. arangnya tempurung dari kedai di blok D yang kita minta gratisan. aku mungkin terlalu sibuk dengan puisi dan deadline koran.
Friday, July 25, 2003
Eldorado*
dari sajak Edgar Allan Poe
Gagah berjubah
Ksatria perkasa
Di bawah terang matahari dan bayang,
Jauh jelajah lama kembara
Melagukan nyanyian
Memburu, memburu Eldorado!
Tapi, dia pun menua
Ksatria tak tertakluk
Di degup jantungnya tegak bayang
Rebah telentang dia tebang
Tapi, tak ada jua tempat
yang menyama serupa Eldorado
Dan, dengan seluruh tenaga
ditinggal jauh jarak
Dia bertemu bayangan peziarah
"O, bayang," katanya,
"Dimanakah ada agaknya,
Pulau itu, Pulau Eldorado?"
"Dia ada di gunung-gunung
nun di sana, di Bulan,
Di bawah Lembah Bayang-bayang,
"Mendakilah gagah, berlarilah,"
jawab Bayangan itu.
"Jika memang engkau hendak menemu Eldorado!"
*a place of fabulous wealth or opportunity (Mirriam-Webster Dict.)
Gagah berjubah
Ksatria perkasa
Di bawah terang matahari dan bayang,
Jauh jelajah lama kembara
Melagukan nyanyian
Memburu, memburu Eldorado!
Tapi, dia pun menua
Ksatria tak tertakluk
Di degup jantungnya tegak bayang
Rebah telentang dia tebang
Tapi, tak ada jua tempat
yang menyama serupa Eldorado
Dan, dengan seluruh tenaga
ditinggal jauh jarak
Dia bertemu bayangan peziarah
"O, bayang," katanya,
"Dimanakah ada agaknya,
Pulau itu, Pulau Eldorado?"
"Dia ada di gunung-gunung
nun di sana, di Bulan,
Di bawah Lembah Bayang-bayang,
"Mendakilah gagah, berlarilah,"
jawab Bayangan itu.
"Jika memang engkau hendak menemu Eldorado!"
*a place of fabulous wealth or opportunity (Mirriam-Webster Dict.)
Thursday, July 24, 2003
The Boston Evening Transcript
dari Sajak TS Eliot
Orang-orang membaca surat kabar Boston Evening Transcript
Merunduki angin menunduk, seperti batang-batang jagung
Ketika malam sedikit bergegas waktu melintas jalanan
Ada yang terbangkit tersulut: semangat untuk hidup
Dan selebihnya berlalu dengan Boston Evening Trancript
Aku melangkah naik dan menekan bel di pintu, berpaling
letih, seletih dia yang mengangguk melambai ke jalan Rochefoucauld,
Dan jika jalan ini waktu, dia telah berada di ujung akhirnya,
dan kuucap, "Harriet sepupuku, ini Boston Evening Transcript."
Orang-orang membaca surat kabar Boston Evening Transcript
Merunduki angin menunduk, seperti batang-batang jagung
Ketika malam sedikit bergegas waktu melintas jalanan
Ada yang terbangkit tersulut: semangat untuk hidup
Dan selebihnya berlalu dengan Boston Evening Trancript
Aku melangkah naik dan menekan bel di pintu, berpaling
letih, seletih dia yang mengangguk melambai ke jalan Rochefoucauld,
Dan jika jalan ini waktu, dia telah berada di ujung akhirnya,
dan kuucap, "Harriet sepupuku, ini Boston Evening Transcript."
Wednesday, July 23, 2003
Bahkan
Re: Jadi Huruf Saja
Sajak Nanang Suryadi
bahkan aku tak ingin menjadi huruf, karena huruf masih mengingatkanku
pada puisi, bahkan...
lalu ingin kututup buku catatanku, kurekat dengan isolatip, agar tak
kukenang lagi, huruf-huruf itu yang merayu dengan matanya yang
meredup sayu, bahkan...
jangan sebut aku penyair, karena aku hanya debu, yang menghampiri
telapak kaki-Mu
Sajak Nanang Suryadi
bahkan aku tak ingin menjadi huruf, karena huruf masih mengingatkanku
pada puisi, bahkan...
lalu ingin kututup buku catatanku, kurekat dengan isolatip, agar tak
kukenang lagi, huruf-huruf itu yang merayu dengan matanya yang
meredup sayu, bahkan...
jangan sebut aku penyair, karena aku hanya debu, yang menghampiri
telapak kaki-Mu
Tuesday, July 22, 2003
ASAL MULA
Re: Sebuah Dongeng Sajak Cengeng
Sajak Anwar Jimpe Rahman
demikian yang terjadi, begitu mendarat di pulau ini,
pasangan-pasangan meneriakkan kata
arwah dan kera beringsut ke gua-gua
nahkoda merekam kata, membaca tanda
kata tanpa terjemah
dunia baru yang terjamah
ditulisnya di daun lontar
untuk jimat di tiang kapal.
Sajak Anwar Jimpe Rahman
demikian yang terjadi, begitu mendarat di pulau ini,
pasangan-pasangan meneriakkan kata
arwah dan kera beringsut ke gua-gua
nahkoda merekam kata, membaca tanda
kata tanpa terjemah
dunia baru yang terjamah
ditulisnya di daun lontar
untuk jimat di tiang kapal.
Setelah Pelayaran yang Jauh
setelah pelayaran yang jauh
pelaut-pelaut mendarat gaduh
mengulur habis rantai sauh
wahai! laut membentur palka
ombak menabuh ke dasar dada
tak terdengar
ada yang
mengaduh
Jul 2003
pelaut-pelaut mendarat gaduh
mengulur habis rantai sauh
wahai! laut membentur palka
ombak menabuh ke dasar dada
tak terdengar
ada yang
mengaduh
Jul 2003
Sembahyang Puisi
rakaat 1
Tuhan, yang Mahahuruf
zikir puisiku batal lagi...
rakaat 2
dengan selembar kertas niat
sesuci wudhu hati tiga kali
kutegakkan lagi
serakaat
sembahyang
puisi
Tuhan, O
betapa muallafnya kata
yang kubaca kueja,
tak sampai doa,
tak tiba pada
khusyuk
makna.
rakaat 3
rukuk bersama huruf-huruf
pada shaf yang menyusun
segenap puja bagimu, Tuhan
setitik pun aku tak
terbaca pada hurufmu
yang menengadah doa
puisi hambahamba-Mu
sebisik pun aku tak
terdengar pada zikir
sembahyang panjang
puisi alam raya-Mu
O, betapa tak ada
O, betapa daifnya
0, betapa batilnya
O, betapa aku pasrah kini
menyungkur sujud berabad-abad
hingga tersuruk
ke bumi sajadah
ke suci kitabmu
: cukup mencari
sehuruf diri...
Jul 2003
Tuhan, yang Mahahuruf
zikir puisiku batal lagi...
rakaat 2
dengan selembar kertas niat
sesuci wudhu hati tiga kali
kutegakkan lagi
serakaat
sembahyang
puisi
Tuhan, O
betapa muallafnya kata
yang kubaca kueja,
tak sampai doa,
tak tiba pada
khusyuk
makna.
rakaat 3
rukuk bersama huruf-huruf
pada shaf yang menyusun
segenap puja bagimu, Tuhan
setitik pun aku tak
terbaca pada hurufmu
yang menengadah doa
puisi hambahamba-Mu
sebisik pun aku tak
terdengar pada zikir
sembahyang panjang
puisi alam raya-Mu
O, betapa tak ada
O, betapa daifnya
0, betapa batilnya
O, betapa aku pasrah kini
menyungkur sujud berabad-abad
hingga tersuruk
ke bumi sajadah
ke suci kitabmu
: cukup mencari
sehuruf diri...
Jul 2003
Saturday, July 19, 2003
Tentang Seorang Tukang Sembelih Ayam
SETIAP subuh dipastikannya
pisau-pisau itu telah tajam
matanya. Disapanya batu asah,
dengan lirikan sedingin udara.
Dia tak ingin ayam-ayam yang
hari itu bakal disembelihnya,
tersiksa sakit karena pisau
yang tumpul.
SETIAP kali diperiksanya kandang
tempat ayam-ayam itu ditampung
sementara. Diyakinkannya bahwa
wadah minum dan pakan ayam itu
tersedia. Karena dia tak ingin
ayam-ayam itu menderita lapar
dan haus sebelum disembelihnya
nanti.
SETIAP hari ditengoknya parit
kecil yang airnya mengalir deras.
Dia selalu berharap parit itu tak
tersumbat. Karena nanti ke arus
itulah diteteskan darah yang
memancur dari leher ayam-ayam
yang disembelihnya. Dan dia tak
ingin ayam-ayam itu sempat melihat
darah mereka menggenang ketika
mereka mengelepar-gelepar dan
kemudian tak bergerak lagi.
SETIAP saat dilihatnya sumbu
dan minyak kompor agar hari
itu bisa terus menerus menjaga
didih air rebusan. Dia tak ingin
ayam-ayam yang sudah disembelih
harus berlama-lama di air panas,
padahal mereka dicelup hanya
agar mudah tercabuti bulu-bulunya.
MESIN pencabut bulu itupun, selalu
diperiksanya. Apakah aliran listriknya
lancar, apakah putarannya kencang,
agar ayam-ayam yang sudah dicelup
ke air panas itu tak harus berlama-lama
tergiling di situ, hanya untuk merontokkan
bulu-bulunya.
LALU yang tak pernah ia lupakan juga
adalah talenan tempat memotong-motong
ayam yang sudah tak berbulu lagi itu.
Dia selalu menjaga agar potongan melintang
kayu bulat itu bersih. Dia tak ingin ayam
yang dipotongnya kecil atau besar -
tergantung jawaban dari pembeli setelah
ia bertanya: "mau disop atau digoreng?" -
kotor oleh sisa-sisa cairan dan potongan
daging ayam sehari sebelumnya.
YANG lebih penting lagi, adalah
dia selalu meninjau dirinya sendiri.
Memperfasih sebutan nama Tuhan.
Karena kadang-kadang suka ada rasa
bangga yang nyelinap ke hatinya, ketika
melihat anak-anak yang ikut membeli
ayam bersama ibu atau bapaknya
sembunyi ketakutan waktu melihat
dia memotongkan pisau yang tajam
di leher ayam yang memuncratkan darah
lalu mencelupnya di air mendidih
dan merontokkan bulu-bulunya, dan
kemudian memotong-motong ayam itu.
Jul 2003
pisau-pisau itu telah tajam
matanya. Disapanya batu asah,
dengan lirikan sedingin udara.
Dia tak ingin ayam-ayam yang
hari itu bakal disembelihnya,
tersiksa sakit karena pisau
yang tumpul.
SETIAP kali diperiksanya kandang
tempat ayam-ayam itu ditampung
sementara. Diyakinkannya bahwa
wadah minum dan pakan ayam itu
tersedia. Karena dia tak ingin
ayam-ayam itu menderita lapar
dan haus sebelum disembelihnya
nanti.
SETIAP hari ditengoknya parit
kecil yang airnya mengalir deras.
Dia selalu berharap parit itu tak
tersumbat. Karena nanti ke arus
itulah diteteskan darah yang
memancur dari leher ayam-ayam
yang disembelihnya. Dan dia tak
ingin ayam-ayam itu sempat melihat
darah mereka menggenang ketika
mereka mengelepar-gelepar dan
kemudian tak bergerak lagi.
SETIAP saat dilihatnya sumbu
dan minyak kompor agar hari
itu bisa terus menerus menjaga
didih air rebusan. Dia tak ingin
ayam-ayam yang sudah disembelih
harus berlama-lama di air panas,
padahal mereka dicelup hanya
agar mudah tercabuti bulu-bulunya.
MESIN pencabut bulu itupun, selalu
diperiksanya. Apakah aliran listriknya
lancar, apakah putarannya kencang,
agar ayam-ayam yang sudah dicelup
ke air panas itu tak harus berlama-lama
tergiling di situ, hanya untuk merontokkan
bulu-bulunya.
LALU yang tak pernah ia lupakan juga
adalah talenan tempat memotong-motong
ayam yang sudah tak berbulu lagi itu.
Dia selalu menjaga agar potongan melintang
kayu bulat itu bersih. Dia tak ingin ayam
yang dipotongnya kecil atau besar -
tergantung jawaban dari pembeli setelah
ia bertanya: "mau disop atau digoreng?" -
kotor oleh sisa-sisa cairan dan potongan
daging ayam sehari sebelumnya.
YANG lebih penting lagi, adalah
dia selalu meninjau dirinya sendiri.
Memperfasih sebutan nama Tuhan.
Karena kadang-kadang suka ada rasa
bangga yang nyelinap ke hatinya, ketika
melihat anak-anak yang ikut membeli
ayam bersama ibu atau bapaknya
sembunyi ketakutan waktu melihat
dia memotongkan pisau yang tajam
di leher ayam yang memuncratkan darah
lalu mencelupnya di air mendidih
dan merontokkan bulu-bulunya, dan
kemudian memotong-motong ayam itu.
Jul 2003
Thursday, July 17, 2003
Kukira Telah Kutulis Puisi
KUKIRA telah kutulis sebuah
puisi, pada selembar sepi
yang robek pada suatu pagi.
Tapi, suara matahari yang tajam
membantah kami, "Bukan!
Yang kalian duga-duga itu,
bukan puisi. Hanya terjemahan
dari perih rindu, hati pilu..."
KUKIRA telah kulayarkan seperahu
puisi, pada segenang darah yang
ngalir dari luka ke luka-luka.
Tapi, wangi nganga daging
menertawakanku: "Hei, Engkau!
Jika benar-benar ingin berduka,
nyebur saja ke dada badai kami!"
Jul 2003
puisi, pada selembar sepi
yang robek pada suatu pagi.
Tapi, suara matahari yang tajam
membantah kami, "Bukan!
Yang kalian duga-duga itu,
bukan puisi. Hanya terjemahan
dari perih rindu, hati pilu..."
KUKIRA telah kulayarkan seperahu
puisi, pada segenang darah yang
ngalir dari luka ke luka-luka.
Tapi, wangi nganga daging
menertawakanku: "Hei, Engkau!
Jika benar-benar ingin berduka,
nyebur saja ke dada badai kami!"
Jul 2003
Wednesday, July 16, 2003
Jadi Huruf Saja
Penyair,
Ayo kita jadi huruf saja
lalu kita main baris-berbaris,
kejar-kejaran, cebur-ceburan,
perosotan, sembunyi-sembunyian.
Siapa tahu, ada yang ikut girang
membaca kata-kata yang tersusun
dari permainan kita.
Penyair,
Kita tak perlu banyak tanda baca
kecuali sebuah koma, dan tanda tanya.
Sebab sejenak jeda, sambil
menangguh menduga
jauh lebih asyik daripada
mengakhiri bicara.
Jul, 2003
Ayo kita jadi huruf saja
lalu kita main baris-berbaris,
kejar-kejaran, cebur-ceburan,
perosotan, sembunyi-sembunyian.
Siapa tahu, ada yang ikut girang
membaca kata-kata yang tersusun
dari permainan kita.
Penyair,
Kita tak perlu banyak tanda baca
kecuali sebuah koma, dan tanda tanya.
Sebab sejenak jeda, sambil
menangguh menduga
jauh lebih asyik daripada
mengakhiri bicara.
Jul, 2003
Tuesday, July 1, 2003
Sembunyi di Kelamin Sepi
DIA sungguh mencintai sepi. Sepinya yang seksi.
Yang dikenalnya sejak kekasihnya yang ramai itu
pergi berkhianat dengan urusan lain yang katanya
lebih berarti daripada sepi. Sepi yang setia, "padamu
aku tak bisa berhenti mencinta," katanya setiap
saat kepada sepi yang selalu ada, tersenyum
di sampingnya.
IA mencintai seluruh tubuh sepi. Bibir sepi selalu
seperti hendak merekah dan seperti hendak membuka
ia suka masukkan dirinya ke dalam bibir itu, setelah
melumatnya dengan bibirnya. Cup, cup. Ah selalu
dikecupnya bibir sepi, setiap ada sempat setiap
ada hendak.
Dada sepi selalu seperti padang rumput yang lapang
dan damai dan lengang dan telanjang. Ada bukit-bukit
menantang yang menggelinjang minta didaki minta
dijelahi hingga memuting ke puncak mimpi-mimpi. Dan
itulah yang selalu dilakukannya. Di dada sepi di belah
dada sepi telah ditaklukkannya puncak tertinggi
mimpi-mimpi yang tak pernah berhenti meninggi.
DAN di kelamin sepi. Ah, baginya di situlah tempat
paling nyaman untuk sembunyi dari diri sendiri.
Jul 2003
DIA sungguh mencintai sepi. Sepinya yang seksi.
Yang dikenalnya sejak kekasihnya yang ramai itu
pergi berkhianat dengan urusan lain yang katanya
lebih berarti daripada sepi. Sepi yang setia, "padamu
aku tak bisa berhenti mencinta," katanya setiap
saat kepada sepi yang selalu ada, tersenyum
di sampingnya.
IA mencintai seluruh tubuh sepi. Bibir sepi selalu
seperti hendak merekah dan seperti hendak membuka
ia suka masukkan dirinya ke dalam bibir itu, setelah
melumatnya dengan bibirnya. Cup, cup. Ah selalu
dikecupnya bibir sepi, setiap ada sempat setiap
ada hendak.
Dada sepi selalu seperti padang rumput yang lapang
dan damai dan lengang dan telanjang. Ada bukit-bukit
menantang yang menggelinjang minta didaki minta
dijelahi hingga memuting ke puncak mimpi-mimpi. Dan
itulah yang selalu dilakukannya. Di dada sepi di belah
dada sepi telah ditaklukkannya puncak tertinggi
mimpi-mimpi yang tak pernah berhenti meninggi.
DAN di kelamin sepi. Ah, baginya di situlah tempat
paling nyaman untuk sembunyi dari diri sendiri.
Jul 2003
Subscribe to:
Posts (Atom)