SURAT dari SEBUAH KATA
kepada PENYUSUN KAMUS
Salam hormat,
Maaf, mungkin surat ini mengejutkan Tuan. Tapi, sungguh
Tuan, aku harus menulis surat ini. Aku dengar Tuan
akan merevisi kamus Tuan pada edisi terbaru nanti.
Untuk itulah, Tuan, maka kutulis juga surat ini.
Aku berterima kasih, Tuan sudah memasukkan saya ke
dalam kamus yang Tuan susun. Aku, terus terang saja,
bangga dengan arti yang Tuan uraikan di kamus itu. Tapi,
itulah masalahnya, Tuan. Sekarang, rasanya terlalu berat
menyandang arti itu. Terlalu beban rasanya menjadi
kata ini, menjadi diri sendiri.
Maksud saya, Tuan. Bisakah Tuan menguraikan arti yang lain
dari arti diriku sekarang ini? Arti yang bukan seperti yang
Tuan uraikanm pada kamus-kamus edisi terdahulu itu?
Jika tidak, Tuan, jika memang harus seperti itu makna diriku,
maka sebaiknya kosongkan saja uraian pada kata buatku itu.
Ya, kosongkan saja. Lebih baik begitu. Jangan dihapus, supaya
siapa saja bisa mengartikan aku apa saja. Atau tidak memaknai
apa-apa. Atau biarkan mereka bertanya, "hei ini artinya apa ya?"
Ya, jangan dihapus, Tuan. Biar mereka yang kelak membaca, tahu
bahwa dulu ada kata ini, ada aku ini: kata yang kehilangan makna sendiri.
Demikianlah, Tuan. Terima kasih atas perhatian, Tuan.
Salam hormat: ......
Mei 2003