KALENDER itu berusaha merontok-rontokkan angka-angka tanggal dan nama-nama hari pada bulan-bulannya. Tapi, tak ada yang terlepas. Semua tetap terbaca, berurutan, satu hingga 28, 30 atau 31. "Ha ha ha. Sia-sia saja, Kawan," kata Jam di dinding itu.
Sejak itu, Kalender itu tak mau berusaha melepaskan diri dari angka tanggal dan nama hari yang melekat padanya (Sia-sia saja, kawan....). Abadi, seakan.
Jam itu pun tak pernah bicara apa-apa lagi. Ia seakan menyesali kata-katanya kepada Kalender itu (Sia-sia saja, Kawan....). Jam itu kini sadar, dengan atau tanpa angka padanya, ia tak pernah bisa mempercepat atau memperlambat tik tak tik taknya sendiri. Suara detik itu dengan seksama disimak oleh si Kalender itu. Kalender itu merasa seperti ada yang ikut berdetak pada angka-angka tanggal dan nama-nama hari bersama detak detik itu.