Monday, February 14, 2005

[Ruang Renung # 106] Merawat Pisau

JIKALAU seseorang itu sudah tidak bisa menulis puisi adakah karena dia kehilangan rasa?

Tidak.


Terus? Kenapa aku rasa sekarang ini susah untuk aku menulis puisi? Kayaknya aku tidak bisa meluahkan apa yang aku rasakan.>


SAYA sekarang juga tidak banyak menulis puisi. Saya tidak risau. Saya justru mencurigai, kenapa dulu saya kok bisa banyak menulis puisi.

Kalau kita menganggap menulis puisi itu seperti pisau, maka, semakin banyak kita menulis, semakin tipis mata pisaunya. Dan semakin tumpul? Nah, perumpamaan ini mungkin bisa membantu.

Kalau kita setuju dengan pisau ini maka, artinya kita harus merawatnya agar tetap tajam. Pada saatnya nanti - mungkin sekarang ketika kita merasa tak bisa menulis puis ilagi, padahal - kita tidak terlalu bernafsu lagi untuk menikamkan, menyayatkan pisau tersebut. Kita memang tidak harus selalu petantang petenteng sembarang potong.

Mungkin tidak akan banyak lagi yang jadi berdarah lewat pisau kita itu, saat ini. Mungkin kita hanya mengupas ketimun dengan pisau itu, sesekali. Atau mengoyak kulit kerang.

Menurut saya, tetaplah berbahagia selama kita masih punya pisau tersebut. Dan rawatlah. Suatu saat nanti, pasti akan datang lagi saat-saat ketika kita "bermandikan" darah, karena terlalu banyak tubuh yang harus kita sayat-tikam-potong dengan pisau tersebut. ***