SETELAH lama 
tidak pernah lagi kecopetan
saya pun pergi ke pasar 
yang dikuasai preman
yang sejak zaman siluman jual menyan 
banyak copet tengik iseng berkeliaran.
DI dompetku tersimpan 
berbagai jenis kartu
dari ATM, KTP, SIM, 
hingga kartu telepon,
juga voucer isi ulang usia. 
"Copet yang sedang sekarat, 
pasti girang sekali kalau bisa 
memindahkantongkannya," gumam saya. 
TAK kusangka, 
kedatangan saya 
disambut luar biasa,
pasar tiba-tiba gegap gempita.
"HALO, Bos, apa kabar?" 
kata seorang berwajah  
seram menyapa. 
Lho, kok dia kenal saya? 
"Ah, jangan 
pura-pura lupa, Master!" 
katanya langsung
mencium tangan saya.  
"WAH, pendekar kita 
kembali lagi! Ayo, kumpul
di Warung Kopi, 
kita ngopi tujuh hati tujuh 
malam!" kata seorang 
berkaca mata hitam. Dia
pun langsung 
mengangkat saya bersama 
teman-temannya. 
Sambil mengelu-elukan 
julukan saya.
DI kedai kopi, 
saya disambut 
ciuman kembang kedai cewek pelayan,
saya juga dapat rayuan, 
"Malam ini menginap 
di 
sini ya, Tuan? 
Saya akan dongengkan lanjutan
Kisah 1001 Malam. 
Saya tak berani mengiyakan,
soalnya di ujung pasar 
kulihat berdiri 
Malaikat Pencopet Nyawa. 
Sesekali kupergoki matanya
melirik ubun-ubunku. 
Saya yakin dia sedang
mengincar saya. 
Tapi takut dia 
hanya salah sasaran.