Friday, June 2, 2006

Malaikat Pencopet Nyawa

SETELAH lama
tidak pernah lagi kecopetan
saya pun pergi ke pasar
yang dikuasai preman
yang sejak zaman siluman jual menyan
banyak copet tengik iseng berkeliaran.

DI dompetku tersimpan
berbagai jenis kartu
dari ATM, KTP, SIM,
hingga kartu telepon,
juga voucer isi ulang usia.
"Copet yang sedang sekarat,
pasti girang sekali kalau bisa
memindahkantongkannya," gumam saya.

TAK kusangka,
kedatangan saya
disambut luar biasa,
pasar tiba-tiba gegap gempita.


"HALO, Bos, apa kabar?"
kata seorang berwajah
seram menyapa.
Lho, kok dia kenal saya?
"Ah, jangan
pura-pura lupa, Master!"
katanya langsung
mencium tangan saya.


"WAH, pendekar kita
kembali lagi! Ayo, kumpul
di Warung Kopi,
kita ngopi tujuh hati tujuh
malam!" kata seorang
berkaca mata hitam. Dia
pun langsung
mengangkat saya bersama
teman-temannya.

Sambil mengelu-elukan
julukan saya.


DI kedai kopi,
saya disambut
ciuman kembang kedai cewek pelayan,
saya juga dapat rayuan,
"Malam ini menginap
di
sini ya, Tuan?
Saya akan dongengkan lanjutan
Kisah 1001 Malam.
Saya tak berani mengiyakan,
soalnya di ujung pasar
kulihat berdiri
Malaikat Pencopet Nyawa.

Sesekali kupergoki matanya
melirik ubun-ubunku.
Saya yakin dia sedang
mengincar saya.
Tapi takut dia
hanya salah sasaran.