Wednesday, December 21, 2011

[Kolom] Berpikir Solutif

 
Gambar dipinjam dari situs ini.
SAYA menyebutnya berpikir dan bertindak solutif.  Tentu saja solusi harus dicari dengan cara yang kreatif.  Kreatif saja tidak cukup kalau tidak membawa ke solusi. Jadi, ini lebih dari berpikir kreatif.  Ini adalah tindakan dan pikiran yang mengarah atau mendekati penyelesaian masalah, mengejar dan mendapatkan solusi.  Bukan justru sebaliknya mencari-cari atau membikin masalah. 

Masalah selalu ada. Masalah sudah banyak. Tak usah sengaja ditambah-tambahi. Setelah menyelesaikan satu masalah, masalah lain pasti sudah menunggu untuk dibereskan. Inilah perlunya sikap solutif itu. Itulah perlunya bertindak dan berpikir solutif.  Pemimpin bisnis, pemimpin organisasi kemasyarakatan, pemimpin di pemerintahan perlu mengembangkan sikap ini. 



Saya merumuskan ini langsung dari seorang guru yang tidak mengajarkan teori.  Dia bahkan tidak pernah merumuskan sendiri teorinya. Dia memberi contoh dengan praktek langsung.  Namanya: Dahlan Iskan.

Bagaimanakah cara berpikir dan bertindak solutif itu?  Pertama, dia harus selalu optimis. Selalu punya harapan. Jika harapan itu tidak ada, dia yang harus menemukan, menumbuhkan dan menularkannya. Tanpa harapan, mustahil seseorang bisa berpikir mencari jalan keluar.

 “Setiap hidup itu harus memiliki harapan atau hope. Sebelum melakukan perubahan pada sesuatu, terlebih dahulu harus menumbuhkan hope. Hope akan menjadi target, target menjadi program yang kemudian menjadi kegiatan,” kata Dahlan Iskan dalam sebuah wawancara (Dahlan Iskan Menteri BUMN – Masih ada Harapan bagi BUMN yang Merugi, Republika Senin 28 November 2011).

Kedua, solusi hanya bisa ditemukan, dicapai, diraih dengan kerja tim.  Orang yang berpikir solutif percaya pada kekuatan tim. Ia bisa mencari, menemukan, dan memberdayakan orang-orang yang hebat, lalu mendudukkannya di posisi kunci, sehingga si tokoh kunci tadi bisa membangun kehebatan timnya.

Itu yang sekarang sedang dilakukan oleh  Menteri Dahlan. “Saya berusaha menciptakan dream team di setiap BUMN,” katanya.  Kunci untuk membentuk dream team, katanya, secara teoritis cari direktur utama yang hebat, cari orang produksi yang hebat, cari orang SDM yang hebat.  Itu yang sudah dilakukannnya di Jawa Pos grup, sehingga jaringan koran ini menjadi yang terbesar di Indonesia.

Ketiga, orang yang solutif adalah orang yang komunikatif. Ia hebat mengomunikasian ide-idenya. Hebat artinya, ia bisa sampaikan dengan sederhana dan mudah dipahami oleh orang-orang lain yang harus mendukungnya, dan orang-orang lain yang harus mengeksekusi ide-idenya. “Saya sangat percaya bahwa komunikasi bisa menyelesaikan berbagai permasalahan,” kata Menteri Dahlan.


Keempat, orang yang solutif adalah orang yang pertama, berani dan berada di depan dalam mempertanggungjawabkan misinya.  Ketika tahu bahwa DPR serong memanggil direktur utama BUMN, dan itu merepotkan, Dahlan mengambil  alih tanggung jawab.  “Saya inginnya DPR Cukup memanggil menteri saja, tidak perlu memanggil juga Dirut BUMN. Dirut itu biarkan bekerja saja. Kalau memang ada kesalahan, ya menteri saja yang dimarahi,” katanya.  


Kelima, orang yang solutif adalah pekerja keras.  Ketika menjadi Dirut PLN Dahlan Iskan pernah menantang  pengusaha Sofjan Wanandi.  PLN berencana mengubah struktur batas tarif listrik untuk industri yang ia nilai selama ini terlalu ringan. Sofyan menilai rencana itu adalah kemalasan PLN mencari jalan keluar agar perusahaan itu efisien, dan hanya memberatkan pengusaha. Dibilang malas, secara terbuka Dahlan menantang Sofyan.

"Seolah dia saja yang bisa kerja keras,” kata Dahlan, “Saya kepingin tahu, apakah dia bisa bekerja keras melebihi saya. Saya tahu bahwa saya ini orang yang lagi sakit dan belum lama operasi ganti hati. Tapi soal kerja keras, saya kepingin tahu siapa yang bekerja lebih keras, saya atau dia,” katanya.

Hanya orang yang benar-benar telah bekerja keras yang tahu apa arti kerja keras dan bagaimana bangganya mengatakan bahwa ia sudah bekerja keras.  Dahlan jelas orang yang tergolong pada kelompok itu.  Ia bukan orang yang asal omong, juga bukan orang yang cuma berani omong. Tantangannya kepada Sofyan Wanandi terlontar karena dia lebih dahulu disalahmengertikan.  Ia harus meluruskan kesalahmengertian itu, dengan balik menantang.  Ini adalah sebuah pertunjukan integritas diri yang memukau, bukan sekadar tindakan sok jagoan yang kosong.


Keenam, orang yang solutif adalah orang yang berpegang teguh pada komitmen.  Karena komitmen adalah janji, dan janji itu harus ditepati.

“Ketika saya sudah berkomitmen, maka saya melihat itu sebagai janji dan janji itu harus saya tepati,” kata Dahlan Iskan dalam seminar kepemimpinan yang digelaroleh QB Leadership dan majalah Warta Ekonomi, yang menghadirkan dia sebagai pembicara.  


Terakir, yang ketujuh, orang yang berpikir solutif, adalah orang yang tidak rumit, ia bisa menyederhakan persoalan, bukan menganggapnya mudah.  Tapi, ya soal yang sudah disederhakan jadi mudah untuk diatasi.  Ia bisa mengurai benang kusut, lalu menyelesaikan persoalan dengan langkah yang tampaknya sederhana.

Ini bisa kita lihat dari bagaimana kinerja Dahlan Iskan ketika menjadi Dirut PLN, dalam waktu yang kurang dari dua tahun.  Bertahun-tahun PLN dicap sebagai produsen yang memonopoli urusan listrik yang citranya buruk.

Dalam sebuah survei konsumen PLN dipersepsikan terutama dengan satu kata: byarpet. Listrik yang mati mendadak tiba-tiba dan bisa kapan saja, pelayanan yang buruk, daya listrik tidak cukup, dan kejam, konsumen telat bayar, aliran diputus.

Akhir tahun 2009, Dahlan Iskan dipercaya pemerintah untuk duduk di kursi Dirut PLN, yang secara harafiah kursi itu jarang atau nyaris tak pernah ia duduki. Dengan cepat ia memetakan apa masalah pabrik listrik plat merah itu dan menyusun langkah mengatasinya.

“Simpel,” kata Dahlan. Ada lima hal yang diinginkan konsumen. Pertama jangan ada krisis listrik. Kedua, jangan sering mati. Ketiga, jangan ada daftar tunggu. Keempat, tegangan harus stabil tidak naik turun. Kelima, listrik harus merata sampai ke pelosok-pelosok.

Dan selama menjadi Dirut PLN ia bekerja fokus pada kelima hal itu. Ia mengunjungi daerah-daerah yang krisis listrik. Ia canangkan dalam enambulan  tak ada lagi pemadaman bergilir, itu artinya kapasitas listrik terpasang cukup untuk menyuplai kebutuhan beban puncak listrik di daerah tersebut, dan akhirnya ketika target itu secara nasional tercapai, presidenlah yang mencanangkan pencapaian itu.

Hasilnya? Jauh lebih besar dari kelima hal itu. “Di PLN saya merasa telah menemukan model transformasi korporasi yang sangat besar yang biasanya sulit berubah,” katanya.

Kita lihat, Dahlan punya visi untuk memetakan masalah, merumuskannya dengan sederhana, menyusun langkah mengatasi hal itu, dan dengan berfokus pada konsumen yang harus dilayani PLN, ia serta-merta memperbaiki kinerja internal PLN.  Ia melakukan transformasi besar-besaran, sesuatu yang tadinya sulit bahkan mustahil dibayangkan bisa terjadi.

Mungkin ada hal lain di luar tujuh hal tadi. Tapi bagi saya itu saja sudah cukup sebagai penanda dari seseorang yang berpikir dan bertindak solutif.  Demikian.***