DI pohon tidurku hinggap beberapa ekor burung mimpi, juga beberapa ekor kupu-kupu mimpi. Seekor ular melingkari batang pohon tidurku. Aku dan pohon tidurku berdebat sengit. Aku bilang ular itu ular mimpi, pohon tidurku membantahku. "Itu ular pengganggu..."
AKU terbangun, dan membayangkan pohon tidurku semalam tumbang karena batangnya yang rapuh dililit oleh ular yang makin lama makin besar. Tak ada sisa bulu-bulu burung dan sobekan sayap kupu-kupu. Tak ada jatuhan daun-daun pohon mimpiku. Aku menyesal kenapa semalam aku berdebat dengan pohon mimpiku.
Blog ini adalah daerah cagar, suaka bagi sajak-sajak, terjemahan, dan esai-esai Hasan Aspahani. Hal-ihwal yang pernah hilang dan ingin ia hapuskan.
Friday, February 29, 2008
Monday, February 18, 2008
Permainan Mata
/1/ Cara Melihat Mata
Lepaskan saja matakita,
lalu persilakan dia duduk
berhadapan dengan kita.
"Ah, mana bisa, begitu!"
Kenapa?
"Matakita bisa melihat kita,
tapi kita tidak bisa
melihat matakita!"
/2/ Cara Mencuci Mata
Tak ada cara lain, selain
kita menangis sepuasnya.
"Tapi, aku pernah
melihat ayah dan ibu
menangis bersama,
bukan karena ingin
mencuci mata."
Oh, waktu itu kami sedang berlomba, Nak,
siapa yang paling banyak punya airmata.
/3/ Dua Permainan Mainmata
a. Pemainan melihat ke dalam matakita.
"Aku tidak melihat apa-apa..."
Memang tidak ada apa-apa
di dalam sana, Nak!
b. Permainan melacak asalnya Cinta.
"Ah, saya tahu, Cinta datang
dari matakita turun ke hatikita."
Kalau matakita terus terbuka,
apakah Cinta akan keluar juga
dari sana?
"Oh, itu tergantung dari hatikita
apakah dia bisa menjadi rumah
yang paling nyaman untuk Cinta."
Bukankah ada mata di hati kita
matahati namanya?
"Matahati membuka selamanya
tak sekedip pun berkedip karena
ia amat suka bertatap dengan matacinta."
Lepaskan saja matakita,
lalu persilakan dia duduk
berhadapan dengan kita.
"Ah, mana bisa, begitu!"
Kenapa?
"Matakita bisa melihat kita,
tapi kita tidak bisa
melihat matakita!"
/2/ Cara Mencuci Mata
Tak ada cara lain, selain
kita menangis sepuasnya.
"Tapi, aku pernah
melihat ayah dan ibu
menangis bersama,
bukan karena ingin
mencuci mata."
Oh, waktu itu kami sedang berlomba, Nak,
siapa yang paling banyak punya airmata.
/3/ Dua Permainan Mainmata
a. Pemainan melihat ke dalam matakita.
"Aku tidak melihat apa-apa..."
Memang tidak ada apa-apa
di dalam sana, Nak!
b. Permainan melacak asalnya Cinta.
"Ah, saya tahu, Cinta datang
dari matakita turun ke hatikita."
Kalau matakita terus terbuka,
apakah Cinta akan keluar juga
dari sana?
"Oh, itu tergantung dari hatikita
apakah dia bisa menjadi rumah
yang paling nyaman untuk Cinta."
Bukankah ada mata di hati kita
matahati namanya?
"Matahati membuka selamanya
tak sekedip pun berkedip karena
ia amat suka bertatap dengan matacinta."
Sunday, February 17, 2008
[Pencerahan # 21 dari 365] Otonomi Puisi
ADA Penyair Gundah yang risau soal otonomi puisi. Dia bertanya kepada penyair guru.
Penyair Guru menjawab, "Jangan ganggu aku. Aku sedang menulis puisi. Ini wilayah otonomi saya sebagai penyair."
Setelah puisinya selesai, Penyair Guru bertanya kepada Penyair Gundah, "apa pertanyaanmu tadi?"
Penyair Guru menjawab, "Jangan ganggu aku. Aku sedang menulis puisi. Ini wilayah otonomi saya sebagai penyair."
Setelah puisinya selesai, Penyair Guru bertanya kepada Penyair Gundah, "apa pertanyaanmu tadi?"
Friday, February 8, 2008
Variasi atas Tema Laut, 3
DI matanya airmata pasang
ketika dikabarkan
lelaki nelayan di hatinya itu
tak akan pulang
ada bocah berlari kencang
terlalu petang untuk mengejar layang-layang
bulan akan terang, teluk akan tenang
di matanya airmata pasang.
*
DI pinggang ia
mengikatkan selendang
melenggang
menyunggi pinggan loyang,
"Udang, kerang,
udang, kerang,
Tuan Pendatang,
saya bungkuskan buat oleh-oleh pulang?"
Bila laut bergelombang
ia memicing lama, ke batas pandang.
ketika dikabarkan
lelaki nelayan di hatinya itu
tak akan pulang
ada bocah berlari kencang
terlalu petang untuk mengejar layang-layang
bulan akan terang, teluk akan tenang
di matanya airmata pasang.
*
DI pinggang ia
mengikatkan selendang
melenggang
menyunggi pinggan loyang,
"Udang, kerang,
udang, kerang,
Tuan Pendatang,
saya bungkuskan buat oleh-oleh pulang?"
Bila laut bergelombang
ia memicing lama, ke batas pandang.
Thursday, February 7, 2008
Variasi atas Tema Laut, 2
TELUK sepasang, nganga rahang
bagai mulut berkumur gelombang
kita berdua bersampan ke seberang
mengelak dari tajam taring karang
bagai mulut berkumur gelombang
kita berdua bersampan ke seberang
mengelak dari tajam taring karang
Variasi atas Tema Laut, 1
MULUTKU basah
darah
ada duri ikan
menusuk tenggorokan
ketika kutelan kata laut
tak jadi kesebut
"Perahu tak beroda, Kanda,
kau lupa? Tak lupa?"
Kubelai pipinya
dia pejam mata
mengkhayalkan
bekas dayung sampan
di telapak tangan.
* Subagio Sastrowardoyo
ada menulis serangkaian
puisi dengan judul "Variasi
atas Tema Maut".
darah
ada duri ikan
menusuk tenggorokan
ketika kutelan kata laut
tak jadi kesebut
"Perahu tak beroda, Kanda,
kau lupa? Tak lupa?"
Kubelai pipinya
dia pejam mata
mengkhayalkan
bekas dayung sampan
di telapak tangan.
* Subagio Sastrowardoyo
ada menulis serangkaian
puisi dengan judul "Variasi
atas Tema Maut".
Monday, February 4, 2008
Sajak Dobby Fachrizal
tentang bendera dan angin, suatu siang
         :hah
(dan sang nabi mao pun bersabda:
kematian satu orang adalah sebuah tragedi
kematian satu juta orang hanyalah statistik)
di sebuah siang, tiba-tiba selarik angin
berhenti di sebuah halaman
dan meledakkan tawanya, hampir tak percaya
lalu bertanya kepada sehelai bendera
"mengapa kau tampak tolol begini rupa?"
bendera itu hanya terdiam,
kehilangan kata, tertunduk dan
sepertinya bersedih
lalu membatin: 7 hari begini, bisa-bisa aku jadi lap kaki
oh, tolonglah angin, bawa aku ke puncak lagi
bukan terlihat bodoh seperti di terik siang begini
apakah orang-orang di tanah itu lupa?
aku bukan hanya milik seorang pak tua
di istana cendana?
"jangan mengutuk!" kata sang angin
masih beruntung kau di tanah ini
apa jadinya bila kau adalah selembar kain
yang berlumur amis darah
di tanah timur tengah?
atau dicabik dan dikunyah
manusia srigala di gurun-gurun afrika?
"ya, aku tahu!" kata bendera lagi
tapi aku adalah sang saka
300 tahun dihujani mesiu
untuk dapat berkibar di puncak
bisa kau bayangkan film horor sepanjang itu?
ah, angin kau sama saja
mao, soeharto, sumanto
februari 2008
tentang bendera dan angin, suatu siang
         :hah
(dan sang nabi mao pun bersabda:
kematian satu orang adalah sebuah tragedi
kematian satu juta orang hanyalah statistik)
di sebuah siang, tiba-tiba selarik angin
berhenti di sebuah halaman
dan meledakkan tawanya, hampir tak percaya
lalu bertanya kepada sehelai bendera
"mengapa kau tampak tolol begini rupa?"
bendera itu hanya terdiam,
kehilangan kata, tertunduk dan
sepertinya bersedih
lalu membatin: 7 hari begini, bisa-bisa aku jadi lap kaki
oh, tolonglah angin, bawa aku ke puncak lagi
bukan terlihat bodoh seperti di terik siang begini
apakah orang-orang di tanah itu lupa?
aku bukan hanya milik seorang pak tua
di istana cendana?
"jangan mengutuk!" kata sang angin
masih beruntung kau di tanah ini
apa jadinya bila kau adalah selembar kain
yang berlumur amis darah
di tanah timur tengah?
atau dicabik dan dikunyah
manusia srigala di gurun-gurun afrika?
"ya, aku tahu!" kata bendera lagi
tapi aku adalah sang saka
300 tahun dihujani mesiu
untuk dapat berkibar di puncak
bisa kau bayangkan film horor sepanjang itu?
ah, angin kau sama saja
mao, soeharto, sumanto
februari 2008
Sunday, February 3, 2008
Jangan Tertawa
: dob
AKU selalu mengantuk saat upacara, jangan tertawa,
dan mendengkur buruk ketika pancasila dibaca
Ah, yang paling lucu, tentu saja,
ketika inspektur upacara memberikan amanatnya
Nanti kutunjukkan rapor SMA, ha ha,
jangan tertawa, nilai PMP-ku lima!
Kukira, lagu kebangsaan
hanya tepat dinyanyikan
saat Liem Swee King mengalahkan Han Jian
di perhelatan All England
Kenapa negara dibawa-bawa ke dalam kuburan?
Ah, kau jangan tertawa, ha ha!
AKU selalu mengantuk saat upacara, jangan tertawa,
dan mendengkur buruk ketika pancasila dibaca
Ah, yang paling lucu, tentu saja,
ketika inspektur upacara memberikan amanatnya
Nanti kutunjukkan rapor SMA, ha ha,
jangan tertawa, nilai PMP-ku lima!
Kukira, lagu kebangsaan
hanya tepat dinyanyikan
saat Liem Swee King mengalahkan Han Jian
di perhelatan All England
Kenapa negara dibawa-bawa ke dalam kuburan?
Ah, kau jangan tertawa, ha ha!
Friday, February 1, 2008
13:10
: dobby
Ya, kawan,
ini tentang lelaki tua
yang mati pukul 13:10.
Tepat di saat 40 dokter ahli
bersepakat dengan malaikat
Aku lihat bendera kita
pada kerandanya
menyelimuti
keesokan hari
mengantarnya ke sisi makam istri
Orang-orang itu, kenapa bicara
soal maaf dengan duka pura-pura
dan gelar pahlawan
yang hendak disematkan
Ah, mataku perih sekali hari ini
Apa aku terlalu banyak nonton teve
Di dinding rumahku tak ada gambarnya
tak ada garuda pancasila.
*
Ya, kawan,
ini tentang lelaki tua
yang mati di rumah sakit pusat pertamina
Dan koran-koran amerika
memajang berita utama:
Ex-dictator died at 87!
Ya, kawan,
ini tentang lelaki tua
yang mati pukul 13:10.
Tepat di saat 40 dokter ahli
bersepakat dengan malaikat
Aku lihat bendera kita
pada kerandanya
menyelimuti
keesokan hari
mengantarnya ke sisi makam istri
Orang-orang itu, kenapa bicara
soal maaf dengan duka pura-pura
dan gelar pahlawan
yang hendak disematkan
Ah, mataku perih sekali hari ini
Apa aku terlalu banyak nonton teve
Di dinding rumahku tak ada gambarnya
tak ada garuda pancasila.
*
Ya, kawan,
ini tentang lelaki tua
yang mati di rumah sakit pusat pertamina
Dan koran-koran amerika
memajang berita utama:
Ex-dictator died at 87!
Subscribe to:
Posts (Atom)