/1/
Di pintu-Nya terbaca:
Dia Selalu Ada.
Tapi kita yang lalu lalang
dan yang sibuk mengetuk
tak mendengar Dia berkata,
"masuklah, tidak dikunci.."
/2/
Di meja-Nya ada tumpukan map-map doa,
dengan disposisi: kabulkan segera!
/3/
Sudah lama kita diberi kartu nama bertulis alamat-Nya,
hanya saja kita memang suka pura-pura lupa.
Blog ini adalah daerah cagar, suaka bagi sajak-sajak, terjemahan, dan esai-esai Hasan Aspahani. Hal-ihwal yang pernah hilang dan ingin ia hapuskan.
Monday, November 28, 2005
Friday, November 25, 2005
NUBUAT LABIRIN LUKA
Telah terbit sebuah buku berjudul NUBUAT LABIRIN LUKA - Antologi Puisi untuk Munir - Penerbit : Aceh Working Group dan Sayap Baru 144 halaman
Para Penyair yang menyumbangkan karyanya: Asep Sambodja, Aliyah Purwanti, Anik Sulistya Wati, Azizah Hefni Basilius,Andreas Gas, Bima Dirgantara Putra, Ben Abel, David C. Naingolan, Denny Ardiansyah, Dino F. Umahuk, Djodi B. Sambodo, Donny Anggoro, Eka Budianta, Emil Wahyudianto, Eko Sugiarto (Ugie), Frigidanto Agung, Had! Eko Suwono, Hartono Beny Hidayat, Hasan Aspahani , Henny Purnama Sari, Indrian
Koto, Leo Kelana, Luka Muhamad, M. Amin dr, Mega Vristian, Mila Duchlun, Muhammad Muhar, Naldi Nazir, Nanang Suryadi, Nining Indarti, Rini Fardhiah,S. Yoga,
Saeno M. Abdi, Saut Situmorang, Seto Nur Cahyono,Setiyo Bardono, Sihar Ramses Simatupang, Sobron Aidit,St. Fatimah, Stevi Yean Marie, Sutan Iwan Soekri
Munaf, Titik Kartitiani, Ucup Al-Bandungi, Widzar Al-Ghifary, Viddy AD Daery,
Widia Cahyani, Yonathan Rahardjo.
Penyair yang nama2nya di atas akan kami undang pada acara Launching yang rencananya akan dilaksanakan menjelang peringatan Hari HAM tanggal 10 Desember 2005 mendatang.
Para Penyair yang menyumbangkan karyanya: Asep Sambodja, Aliyah Purwanti, Anik Sulistya Wati, Azizah Hefni Basilius,Andreas Gas, Bima Dirgantara Putra, Ben Abel, David C. Naingolan, Denny Ardiansyah, Dino F. Umahuk, Djodi B. Sambodo, Donny Anggoro, Eka Budianta, Emil Wahyudianto, Eko Sugiarto (Ugie), Frigidanto Agung, Had! Eko Suwono, Hartono Beny Hidayat, Hasan Aspahani , Henny Purnama Sari, Indrian
Koto, Leo Kelana, Luka Muhamad, M. Amin dr, Mega Vristian, Mila Duchlun, Muhammad Muhar, Naldi Nazir, Nanang Suryadi, Nining Indarti, Rini Fardhiah,S. Yoga,
Saeno M. Abdi, Saut Situmorang, Seto Nur Cahyono,Setiyo Bardono, Sihar Ramses Simatupang, Sobron Aidit,St. Fatimah, Stevi Yean Marie, Sutan Iwan Soekri
Munaf, Titik Kartitiani, Ucup Al-Bandungi, Widzar Al-Ghifary, Viddy AD Daery,
Widia Cahyani, Yonathan Rahardjo.
Penyair yang nama2nya di atas akan kami undang pada acara Launching yang rencananya akan dilaksanakan menjelang peringatan Hari HAM tanggal 10 Desember 2005 mendatang.
Thursday, November 24, 2005
Saturday, November 12, 2005
[Ruang Renung # 128] Panjang Pendek Puisi
KEKUATAN puisi adalah kelenteruan panjang pendeknya. Tak ada batasan seberapa harus panjang. Dan seberapa harus pendek. Panjang pendek adalah bagian dari sifat puisi yang bisa diutak-atik. Bisa dimain-mainkan. Ada puisi yang sudah sangat kuat ketika selesai ditulis dalam baris-baris pendek. Kita harus bisa menahan godaan untuk tidak memperpanjang-panjangkannya.
Kita harus bisa mengukur bilakah proses penulisan puisi kita selesai. Bukan panjangnya yang jadi ukuran.
Puisi boleh sangat panjang. Boleh pula sangat pendek. Sutardji Calzoum Bachri tentu kita tahu, dia ada menulis dua puisi yang sangat pendek.
Luka
ha ha
dan satu puisi lagi,
Kalian
pun
Puisikah keduanya? Tentu ya. Puisi yang berhasilkah? Sama saja dengan puisi lain. Bisakah kita memaknainya? Berada dalam buku yang menampilkan puisi-puisi lain, O Amuk Kapak, bagi saya kedua puisi itu sangat berhasil. Bacalah. Rasakanlah kepuisiannya. Maknailah. Bukan karena Tardji yang menulisnya. Tapi karena puisi itu memang puisi. Kita juga bisa menulis puisi seperti itu. Tak dilarang. Tapi belum tentu hasilnya sehebat dua puisi itu.
Bagaimana membaca puisi itu? Saya pernah melihat Tardji membacakan puisi Kalian. Dia memberi semangat pengantar yang agak panjang. Semacam basa-basi yang berisi. Lalu....pun! Selesai.[hah]
Kita harus bisa mengukur bilakah proses penulisan puisi kita selesai. Bukan panjangnya yang jadi ukuran.
Puisi boleh sangat panjang. Boleh pula sangat pendek. Sutardji Calzoum Bachri tentu kita tahu, dia ada menulis dua puisi yang sangat pendek.
Luka
ha ha
dan satu puisi lagi,
Kalian
pun
Puisikah keduanya? Tentu ya. Puisi yang berhasilkah? Sama saja dengan puisi lain. Bisakah kita memaknainya? Berada dalam buku yang menampilkan puisi-puisi lain, O Amuk Kapak, bagi saya kedua puisi itu sangat berhasil. Bacalah. Rasakanlah kepuisiannya. Maknailah. Bukan karena Tardji yang menulisnya. Tapi karena puisi itu memang puisi. Kita juga bisa menulis puisi seperti itu. Tak dilarang. Tapi belum tentu hasilnya sehebat dua puisi itu.
Bagaimana membaca puisi itu? Saya pernah melihat Tardji membacakan puisi Kalian. Dia memberi semangat pengantar yang agak panjang. Semacam basa-basi yang berisi. Lalu....pun! Selesai.[hah]
Friday, November 11, 2005
Di Bandara
tak tahu siapa sebenarnya juru lelang di sini
yang membuat jarak kita jadi semakin berharga
dan waktu, kita tahu, menawar kian tinggi saja
aku tak tahu di mana sebenarnya mesti menunggu:
di ruang keberangkatanku atau gerbang kedatanganmu
yang membuat jarak kita jadi semakin berharga
dan waktu, kita tahu, menawar kian tinggi saja
aku tak tahu di mana sebenarnya mesti menunggu:
di ruang keberangkatanku atau gerbang kedatanganmu
Tuesday, November 8, 2005
Tangan
tangan ini kelak sisa gemetar usia. Tua
masih bisa memijat letih kaki sendiri
dan mengusir pegal pada punggung istri
anak jauh pergi, pulang untuk menciumi
Bagian dari patung Michelangelo
masih bisa memijat letih kaki sendiri
dan mengusir pegal pada punggung istri
anak jauh pergi, pulang untuk menciumi
Bagian dari patung Michelangelo
Seserigala Serigala
raung itu sampai: ke puncak bukit terujung
aku serigala tak lagi takut lolong sendiri
ini jantung, kutebak bila detaknya berhenti
lengang itu penuh, ada terang mata bertantangan
: sepasang bara mataku, sepasang mata langitmu
aku serigala tak lagi takut datang badaimu
aku serigala tak lagi takut lolong sendiri
ini jantung, kutebak bila detaknya berhenti
lengang itu penuh, ada terang mata bertantangan
: sepasang bara mataku, sepasang mata langitmu
aku serigala tak lagi takut datang badaimu
Subscribe to:
Posts (Atom)