Monday, August 13, 2007

[Ruang Renung # 224 ] Jagalah Telur Sajakmu

Menulis sajak adalah perjalanan mencapai sajak, mengantar sajak ke Sajak. Ini perjalanan rekreasi yang menyenangkan. Perjalanannya saja bisa dinikmati, apatah lagi bila sampai pada tempat pelancongan yang hendak dituju. Menulis sajak juga bisa diibaratkan seperti mengerami telur sajak. Melihat telur-telur sajak diselimuti kehangatan pelukan matasajakmu saja sudah menggembirakan, apatah lagi kelak melihat satu persatu anak-sanak sajak itu menetas keluar dari cangkang telurnya.

Yang harus diketahui oleh pelancong-penyair dan indukunggas-penyair adalah dia benar-benar di jalur yang benar dan dia benar-benar mengerami telur-telur sajak. Nah, itulah yang susah, kata sebagian orang yang baru keluar rumah, melihat jalan begitu banyak simpang. Dia ragu, mana jalan yang membawanya ke tempat wisata sajak itu? Ibarat induk unggas yang baru bertelur dia ragu apakah yang hendak ia erami adalah benar-benar telur.

Ini sekadarnya, sedikit petunjuk praktis. Ada kalimat yang bukan sajak yang sudah sangat dikenal. Kalimat itu berbunyi:
jagalah kebersihan
buanglah sampah
pada tempatnya

Penyair yang matasajaknya terlatih, melihat kalimat itu sebagai telur sajak yang baik. Kalimat bukan sajak ini bisa dierami dan ditetaskan menjadi sajak. Penyair bisa mengutak-atiknya menjadi sajak. Utak-atik itu bisa berhasil, bisa gagal. Penyair, misalnya, boleh membiarkan kalimat itu begitu saja, tapi ia beri judul yang unik agar judul dan kalimat yang lantas menjadi baris dan bait itu menjelma jasi sajak. Misalnya begini:
Malam Pertama

jagalah kebersihan
buanglah sampah
pada tempatnya

atau begini:
Siapa sampahnya?

jagalah kebersihan
buanglah sampah
pada tempatnya

Lihatlah, dengan jurus sederhana permainan judul, bait yang bukan sajak itu bisa menjelma jadi sajak yang tiba-tiba saja menawarkan makna yang berbeda. Kalimat itu tidak lagi sekedar peringatan yang tertulis di poster atau pelang yang dibuat dinas kebersihan agar orang tidak mengotori lingkungan. Lantas apakah dua sajak itu adalah sajak yan gbaik? Belum tentu. tapi, ia sah sebagai sebuah sajak.

Penyair lain bisa juga memakai jurus lain untuk mengolah kalimat itu menjadi sajak. Misalnya begini:
gagallah keberhasilan
buanglah sumpah
pada tempatnya

Nah, pada sajak baru ini, orang pembaca masih bisa meraba dari mana gerangan kalimat itu berasal. Penyair sudah mempertontonkan bagaimana pemilihan kata, atau diksi telah mengubah total makna kalimat itu menjadi tidak sederhana lagi. Ia bukan lagi peringatan agar orang tertib membuang sampah. Ia menjadi beremosi. Ia menjadi bertenaga. Ia menjadi semacam peringatan yang lain. Ia meluas. Tetapi apakah ia menjadi sajak yang baik? Belum tentu. Tapi, ia sah sebagai sebuah sajak.


Penyair lain mungkin akan mengolah kalimat itu menjadi sajak lain. Misalnya begini:
gagahlah kelelakian
semburkan sperma
pada tempatnya!

Penyair lain mungkin akan menyusun bait berikut:
gagaklah kubur kematian
bangkaikan serapah
pada mampatnya!

atau begini:
reguklah keberangkatan
bumbungkan serasah
pada rapatnya!

Tetapi, sekali lagi, apakah sajak-sajak itu adalah sajak yang berhasil? Tentu saja bisa dianalisa macam-macam. Sajak-sajak itu masing-masing meniti di jembatan yang berujung pada kompleksitas dan keutuhannya masing-masing. Ada yang rumit, ada utuh. Ada yang terukur pas di tengah-tengah kedua ujung itu. Ada pula yang jatuh ke bawah jembatan tak sempat meniti ke mana-mana.

Begitulah. Sajak yang jatuh, akan menghempaskan telur-telur sajak tadi, tanpa sempat dierami apalagi menetas. Sajak yang jatuh tentu tak sempat di antar ke tempat pelancongan dan menikmati leha-leha dan permainan di sana. Begitulah...
tetaskanah telur sajakmu
hangatkan ia dalam dekap
dalam eramanmu...