Wednesday, August 29, 2007

Bersamamu & Sejumlah Sajakecilmu





: Joko Pinurbo


/1/
MALAM ini engkau akan dibaca oleh puisimu?

"Puisiku belum bisa membacaku. Sebab aku
belum selesai juga menuliskan matanya itu."



/2/
JALAN ke panggung puisi itu gelap sekali,
waktu kau lewati, telapak kakimu bercahaya.

"Tadi dari rumah, saya ke singgah ke sawah."

Sawahmu sedang indah. Lumpurnya menyala-nyala.
Padimu baru saja ditanam. Airnya berbau harum.

"Dari sawah saya langsung ke sini, tak sempat
mencuci kaki," katamu, lalu kau pun baca puisi.

"Puisi paling duka," katamu, menakuti pemirsa.

Wah, kau sendiri yang menangis. Airmatamu lumpur
menyala-nyala. Orang lain malahan terisak jenaka.



/3/
"BACAKANLAH aku dalam puisimu ya, Penyairku!"

Ada yang berbisik, sebelum ia tiba di panggung.

"Ini sajak untuk engkau yang tadi minta kubaca,"
katanya. Lantas ia pun menangis semerdu-merdunya.



/4/
"APA yang enak diobrolkan bersama para penyair?"

"Bicarakanlah apa saja, kecuali puisi. Buat apa?
Toh, kita sudah penyair," kata penyair paling mahir.

Sebagai penyair gadungan dan palsu, saya gentar
bicara, sebab saya masih sering dikelabuhi puisi.


/5/
SETELAH dikerjai puisi, mereka menggelar tikar
di alun-alun. "Hidangkan kopi-jahe terhangat,
dan gorengan ala prasmanan," kata bos penyair.

"Siap, komandan," kata sang juragan angkringan.
Maka tergelarlah guyonan, diselingi kantuk & batuk.

Tiba-tiba, datang dua perempuan menawarkan rokok
andalan. "Ini harga promosi, merek koboi amerika,
cita rasa baru, asli, produksi dari dalam negeri."

"Kalau dibeli, engkau mau menemani merokok di sini
bersama kami yang ingin berjuang melek sampai pagi?"

Dua perempuan itu berlalu begitu saja, dengan
langkah dan arah yang paling rahasia. "Hati-hati,
banyak penyair berkeliaran," kata sang juragan.

Dan mereka berpandangan, ketika ada dua bungkus
rokok terbuka sempurna di hadapan mereka. "Ayo,
siapa tadi minta ditemani merokok sampai pagi?"