Thursday, February 15, 2007

[Surat Untuk Sajak # 001] Coca-cola dan Merek-Merek Lainnya

Sajak yang baik,

Beberapa hari ini mungkin kamu bertanya kenapa saya memasukkan nama-nama dari khazanah pop ke dalam bait-baitmu. Saya tuliskan Marlboro, Popeye, Jusuf Kalla, Rinso bahkan merek kondom. Tentu saja pertama harus saya jawab, ini adalah bagian selanjutnya dari perjalananku menyair, perjalananku menuliskan kamu.

Saya pelan-pelan semakin disadarkan betapa lingkungan saya ini dipenuhi merek-merek. Ini zamannya merek, zamannya "brand", bukan? Brand adalah pertaruhan berhasil tidaknya sebuah produk dipasarkan, brand adalah asset. Merek-merek berlomba-lomba menjadi nomor satu dan menjadi generik. Maka, orang pun mengidentikkan sepeda motor adalah Honda, rokok rendah nikotin dan tar adalah A Mild.

Bukankah Chairil Anwar, penyair berhidup singkat itu pernah menuliskan coca-cola dalam sajaknya "Tuti Artic".  Saya tak tahu seberapa popularkah minuman ringan itu pada tahun-tahun 1947 ketika ia menuliskan sajaknya itu.  Saya tidak tahu adakah penyair lain yang pada
tahun-tahun itu yang menuliskan hal yang sama.  Tapi, keputusan Chairil memasukkan kata itu saya kagumi sebagai sebuah keberanian. Dia memang hebat, dan kita punya alasan banyak untuk mengaguminya, bukan?

Dan ketika kau dengar kata Adidas apa yang terbayang? Yang terbayang adalah deretan kata-kata "sporty", penyuka sukan, gaya hidup sehat, muda, dan dinamis. Lihat, betapa merek itu seperti puisi juga bukan? Merek seperti menjadi metafora untuk citra apa yang hendak dikenakan pada merek itu dan pada produk itu. Maka, orang-orang berduit itu pun berburu dan doyan sekali pada barang-barang bermerek.

Saya kira menyair seperti menjadikan sebuah kata seperti mereknya peristiwa, atau imaji, atau situasi, atau keadaan tertentu. Jika upaya itu berhasil, dalam sebuah sajak yang berhasil, maka ketika sebuah kata tersebut, maka terbayanglah sederetan kata lain yang dicitrakan pada kata itu.

Dan kita memang tak bisa mengelak dari merek-merek yang mengepung itu bukan? Sekarang, saya tidak ingin melawan kepungan itu, saya ingin memanfaatkan merek-merek itu di dalam bait-baitmu. Mungkin saya tidak akan menambahkan apa-apa padamu, tapi ya itu tadi, saya ingin memberi sesuatu yang baru padamu.

Salam Kalam,
HAH

NB: buku kita masih di penerbit itu. Belum ada kabar apakah akan diterbitkan atau tidak. Berdoalah agar yang terbaiklah yang datang padamu dan padaku.