Monday, September 11, 2006

[Ruang Renung # 166] Pizza Beraroma Terasi

JUDUL puisi itu tidak terlalu salah kalau kita ibaratkan aroma yang meruap ketika sepotong terasi digoreng. Terbayanglah kesedapan sambal terasi dari aroma itu. Tetapi kelezatan sambal terasi tidak akan pernah benar-benar ternikmati tanpa mencolek sambalnya.

YA, judul puisi adalah aroma masakan yang lebih dahulu menyapa, dan masakan yang baik, seharusnya juga diberi atau membangkitkan aroma yang juga mengundang selera. Jangan menipu: menyajikan aroma lain untuk masakan yang lain. Apalagi sampai sengaja menebarkan aroma yang seolah lezat dari masakan puisi yang bikin sakit perut. Pembaca akan merasa terpedaya, dan menuduh kita sebagai juru masak puisi yang tidak jujur. Jangan membantah tuduhan itu, tidak penting. Yang penting adalah pembaca akan batal menikmati sajian puisi kita, jika dari aromanya saja dia sudah merasa diakali. Warung puisi kita akan sepi pengunjung, dan akhirnya kita sebaiknya gulung tikar saja.

KECUALI kita ingin memasak puisi untuk diri kita sendiri. Terserah. Anggap saja percobaan. Mungkin ada masanya nanti, pizza beraroma terasi akan diterima selera.