Sunday, November 7, 2004

Setiap Hari Kau Bermain Cahaya Semesta

Sajak Pablo Neruda



Setiap hari kau bermain cahaya semesta,

tamu tak tampak mata, kau tiba dalam bunga dan air.

Kau lebih dari kepala putih yang kupegang erat ini

sebagai setangkai buah, setiap hari, di antar dua tangan ini.



Tak ada yang menyamaimu, sejak aku mencintaimu.

Maka biarkan aku bentangkan engkau di antara roncean kuning.

Siapa yang menulis namamu dengan aksara asap di antara bintang di selatan itu?

Oh, biarkan kukenang engkau seperti sebelum ada engkau.



Tiba-tiba angin menderu dan meledak di jendela tak terkuak.

Langit adalah jala digayuti bayang-bayang ikan.

Ke sinilah berangkat angin cepat atau lambat, seluruh angin.

Hujan pun menanggalkan bajunya.



Burung-burung pun beranjak. Menjauh.

Angin itu. Angin itu.

Aku hanya bisa menentang kekuatan manusia.

Badai menghamburkan dedaunan kelam

dan melenyapkan seluruh perahu yang semalam

ditambatkan di angkasa.



Engkau ada di sini. Engkau tak menjauh dari sini.

Kau akan menyahutku hingga tangis penghabisan.

Berpagutan padaku seakan kau dicekam ketakutan.

Meski pada ketika itu ada bayang asing berlari

merusuh di matamu.



Sekarang, juga sekarang, kau yang manis mungil, kau

membawa bunga bermadu,

dan bahkan dadamu pun sewangi aromanya.

Sementara angin nestapa menjagal kupu-kupu

aku jadi mencintaimu, dan rasa bahagiaku menggigit plum pada mulutmu.



Bagaimanakah kau mesti menanggung derita karena mesti

mengertikan aku, menerima kebuasanku, jiwa yang sendiri,

serta namaku yang kukabarkan pada mereka yang berlari.

Teramat kerap kita melihat bintang pagi terbakar, mengecup

mata kita, dan di atas kepala kita cahaya kelabu melawan

arah angin dihembus kipas yang menukar arah putar.



Kata-kataku jatuh sebagai hujan membasahimu, menyambarmu.

Telah sekian lama aku telah jatuh cinta pada tubuhmu

: indung mutiara disempurnakan sinar matahari.

Aku jauh mengembara seakan kau pemilik semesta.

Kelak aku bawakan kau bungah bunga-bunga dari

pegunungan, bunga lonceng biru, buah hazel, dan sekeranjang

kecupan jauh dari pedalaman.



Aku ingin melakukan itu denganmu,

seperti musim semi melayani pohon-pohon ceri.





Every Day You Play



Every day you play with the light of the universe.

Subtle visitor, you arrive in the flower and the water.

You are more than this white head that I hold tightly

as a cluster of fruit, every day, between my hands.



You are like nobody since I love you.

Let me spread you out among yellow garlands.

Who writes your name in letters of smoke among the stars of the south?

Oh let me remember you as you were before you existed.



Suddenly the wind howls and bangs at my shut window.

The sky is a net crammed with shadowy fish.

Here all the winds let go sooner or later, all of them.

The rain takes off her clothes.



The birds go by, fleeing.

The wind. The wind.

I can contend only against the power of men.

The storm whirls dark leaves

and turns loose all the boats that were moored last night to the sky.



You are here. Oh, you do not run away.

You will answer me to the last cry.

Cling to me as though you were frightened.

Even so, at one time a strange shadow ran through your eyes.



Now, now too, little one, you bring me honeysuckle,

and even your breasts smell of it.

While the sad wind goes slaughtering butterflies

I love you, and my happiness bites the plum of your mouth.



How you must have suffered getting accustomed to me,

my savage, solitary soul, my name that sends them all running.

So many times we have seen the morning star burn, kissing our eyes,

and over our heads the gray light unwind in turning fans.



My words rained over you, stroking you.

A long time I have loved the sunned mother-of-pearl of your body.

I go so far as to think that you own the universe.

I will bring you happy flowers from the mountains, bluebells,

dark hazels, and rustic baskets of kisses.



I want to do with you

what spring does with the cherry trees.