Abimana: Jika semua akhirnya hanya berakhir di sini,
kenapa kau harus begitu peduli dengan apa yang
harus kau suapkan pada mulut sendiri? Jika jarak
antara yang suci dan yang najis hanya sepanjang
organ pencerna, kenapa harus begitu sibuk dengan
apa yang harus kau kecap dengan lidah sendiri?
Abar: Ada yang mesti jadi pengingat, agar yang terlalu
laju tertahan sewajarnya. Ada yang mesti jadi penahan
agar yang terlalu lekas berlalu sepantasnya.
Abilah: Kita baru merasa diingatkan, ketika ada yang melepuh
basah, di tubuh dan wajah. Perih saat ia di tengah amuk,
juga bopeng parut ketika ia telah takluk. Kita seringkali
hanya bisa diingatkan dengan jalan itu. Jalan serupa itu.
Abyad: Ia hanya sebuah warna, terang yang sewajarnya.
Tapi kenapa tidak belajar tentang kesucian padanya?
Agar yang putih tetap tak dicemari noda kekotoran,
agar yang terang tetap memberi cahaya panduan.
Memang ia hanya sebuah warna. Tetapi kenapa...