Wednesday, August 6, 2003

Sajak Paling Duka

dari SADDEST POEM, Pablo Neruda





Malam habis, inilah sajak paling duka yang bisa kutulis.



Maka kutulis saja: "Langit ditaburi bintang-bintang,

dan bintang-bintang, biru, bergetaran di jarak kejauhan.



Dan angin malam berpusaran melagukan nyanyi.



Malam habis, inilah sajak paling duka yang bisa kutulis.

Aku cinta padanya, dan sesekali dia pun cinta padaku.



Di malam seperti ini, kurengkuh dia di lenganku,

kukecup kuulang tak terbilang, di bawah langit lapang.



Dia mencintai aku, sesekali aku pun cinta pada dia.

Tidakkah cukup alasan untuk mencintanya? Secintanya?



Malam habis, inilah sajak paling duka yang bisa kutulis.

Dalam pikir dia tak tergapai, dalam rasa dia tak terpunya.



Menyimak malam yang berat, lebih berat karena tak ada dia.

Dan sajak meluruhi jiwa, seperi embun jatuh di daun rumput.



Sia-sia kutanya mengapa cinta tak mampu menjaganya.

Langit ditaburi bintang, dan dia tak bersamaku lagi.



Itulah segalanya. Jauh. Di entah jarak, seseorang menyanyi.

Jiwaku hilang tanpa dia, hilang bersama dia.



Seperi kuraih dia mendekati, mataku mencari,

hatiku mencari, karena dia tak lagi bersamaku kini.



Malam lain yang sama, yang memucatkan pepohonan yang sama,

kita, kita entah siapa, kita yang sama tak lagi ada.



Aku tak lagi mencinta dia, sungguh, tapi sungguh kucinta,

Suaraku mencari angin agar tersentuh dengar telinganya.



Seseorang asing. Dia akan jadi asing. Dia yang

sekali waktu pernah mengecap kecupan-kecupanku.

Suaranya, tubuh terapungnya. Tak berbatas matanya.



Aku tak lagi mencintainya, sungguh tapi mungkin aku cinta.

Cinta begitu sementara dan lupa sungguh panjang usia.



Karena di malam seperti ini kurengkuh dia di lenganku,

jiwaku hilang tanpa dia.



Meski ini mungkin sakit terakhir yang disebabkannya,

dan ini mungkin sajak terakhir yang kutulis untuknya.