KITA tak punya alamat di kota ini.
Kita hanya akan singgah sebentar,
menenangkan gemetar jarum tua jam,
sejak di pesawat itu disebutkan
bahwa, "...tak ada perbedaan waktu
antara kota ini, kotamu dan kotaku."
Padahal, kita telah tahu, bahwa waktu
tak pernah sama, tak bersama kita.
Mungkin dengan begitu kita bisa
mengerti arti jauh, dan terbuang,
hilang atau sesat. Kita sedang lari,
ke arah waktu: dia sang penentu itu.
Kita tak punya alamat di kota ini.
Tapi, kita punya tempat, di mana kita
bisa bertemu dengan waktu, lalu kita
hitung apa saja yang mungkin, apa
saja yang kita ingin itu jadi mungkin.