Monday, July 19, 2004

[Ruang Renung # 80] Mari Bikin Cuaca Kita Sendiri

PUISI yang baik harus memaksimalkan frasa. Karena pada kemampuan mengolah frasa inilah, dan kemudian mengatur asosiasi antarfrasa-frasa yang tercipta, terletak ujian bagi penyair mutakhir.... dst. Puisi yang baik harus membangkitkan imaji berlapis-lapis, ketika dibaca dan masih menimbulkan efek yang sama ketika dibaca ulang,.....dst. Puisi yang baik adalah puisi yang....dst.



Kalimat-kalimat di atas akan banyak ditemukan di ulasan kesusasteraan akhir tahun atau dalam laporan dari sebuah kompetisi sastra wabilkhusus puisi. Yang berbicara seperti itu biasanya kritikus atau salah seorang dari tim juri. Mereka harus berbicara seperti itu sebagai pertanggungjawaban dari klausul perlombaan: "dewan juri tidak dapat diganggu gugat keputusannya".



Haruskah kita pedomani bahasan itu ketika kita berkarya? Tidak harus. Kecuali kalau kita ingin ikut lomba, ingin jadi pemenang dan kita tahu, sang juri sedang begitu seleranya. Bila iklim, suhu, kelembaban, arah dan kecepatan angin, curah hujan sudah ditentukan oleh sang peramal cuaca, maka tidak harus kita mencocok-cocokkan diri dengan keadaan itu saja. Tidak harus, karena itu bukan satu-satunya pilihan. Bila mereka bisa meramal seolah ramalan adalah suatu keniscayaan, maka mestinya kita bisa bikin cuaca seperti yang kita inginkan. Biarkan kemudian para pembaca cuaca itu yang mencatat ada yang khusus dalam cuaca yang kita ciptakan itu.[hah]