Atau seperti riwayat asal mula haiku. Beberapa orang penyair berkumpul. Lalu saling berbalas dan saling melengkapi sajak-sajak pendek tentang musim dan alam di mana mereka hadir. Terus menerus, bersahutan, dan berhenti ketika sudah mencapai bilangan puluhan bahkan ratusan.
Atau seperti tradisi berpantun. Misalnya saat rombongan pengantin pria datang melamar. Di depan pintu ada yang menantang untuk menjual pantun. Kepiawaian menyusun pantun dan langsung mengucapkannya dipertunjukkan saat itu. Tanpa konsep. Tanpa contekan. Spontan.
Atau seperti yang kita kenal sekarang. Seperti Rendra yang membacakan sajak-sajaknya di panggung dengan teatrikal. Seperti Sutardji yang selalu memukau di panggung pembacaan puisnya. Atau seperti lomba deklamasi dalam perayaan Hari Sumpah Pemuda. Atau kita baca saja sajak di kamar dengan redup lampu baca. [ha]