Sajak Anggoro Saronto
: Hasan Aspahani and his son
Cerlang mata, matahari yang didulang semenjak pagi. Ombak yang menepi
pada pinggiran dahi. Lengkung pelangi berselancar pada lengkung alis.
Nyiur menitipkan kesiur angin pada hembus halus nafas. Ada dunia
dalam mungil dada
transparan hingga kita bisa berkaca masa yang pernah terlewati. Ruang
polos sedemikian los tanpa sekat prasangka. Sebuah buku kosong
menanti untuk diwarnai. Jemari asam dan tua memegang kuas. Cat warna
berjajar memias seperti kertas menanti dipulas. Sapuan tipis warna
dasar adalah tuntunan menggambar dunia
gedung hijau, gunung kuning, pohon jingga. Betapa imaji kanak-kanak
menuntun jemari. Jemari tua sesamar bayang pada pohon jingga. Tak
kentara, tapi selalu ada. Dalam setiap goresan akan selalu tercantum
nama pengukir jiwa. Setiap arsir daun adalah desir keinginan. Menjadi
cemerlang sebuah lukisan masa mendatang.
Muria Ujung, Agustus 2003