Wednesday, September 10, 2003

Son

Sajak Anggoro Saronto

: Hasan Aspahani and his son



Cerlang mata, matahari yang didulang semenjak pagi. Ombak yang menepi

pada pinggiran dahi. Lengkung pelangi berselancar pada lengkung alis.

Nyiur menitipkan kesiur angin pada hembus halus nafas. Ada dunia

dalam mungil dada



transparan hingga kita bisa berkaca masa yang pernah terlewati. Ruang

polos sedemikian los tanpa sekat prasangka. Sebuah buku kosong

menanti untuk diwarnai. Jemari asam dan tua memegang kuas. Cat warna

berjajar memias seperti kertas menanti dipulas. Sapuan tipis warna

dasar adalah tuntunan menggambar dunia



gedung hijau, gunung kuning, pohon jingga. Betapa imaji kanak-kanak

menuntun jemari. Jemari tua sesamar bayang pada pohon jingga. Tak

kentara, tapi selalu ada. Dalam setiap goresan akan selalu tercantum

nama pengukir jiwa. Setiap arsir daun adalah desir keinginan. Menjadi

cemerlang sebuah lukisan masa mendatang.



Muria Ujung, Agustus 2003