Duet Maut: Nanang Suryadi-Hasan Aspahani
aku menemu guci dari dinasti ming
bertulisan puisi cinta di sebuah
pantai di sebuah senja.
guci itu dibakar bersama wanita
di atas kobar cemburu kekasihnya
dan puisi adalah kabar sesal
yang kukirim ke seluruh pantai
ke seluruh senja.
mengapa cemburu menyala
di setiap tatap mata perempuan
yang menyatakan cinta dengan
tangis dan kata kata gemetar
di sela air mata di pelupuknya
yang ingin kucium mesra
kecuplah ia selekasnya,
ciumlah ia semesranya, biar
cemburu itu padam jadi rindu,
atau kau akan terbakar bersama
sesal abu.
tapi perempuan adalah puisi yang sukar
ditafsir maknanya dalam deret huruf, kata
frasa, kalimat, alinea rasa, dalam dada
dan tatap mata yang rahasia semata.
berikanlah hurufmu, bukakanlah rahasia kata
frasa, kalimat dan alineamu. maka kau dan
dia perempuanmu akan mengucap apapun jadi puisi
yang tak perlu tafsir sebab apa guna lapis rahasia
jika di dalam dada dan di tatap mata sudah terucap
segala yang paling kata.
malam melarutkan lagu ke dalam segenap
mimpi puisi yang ingin selalu meronta dari
dekap dengan gelisah cemas membanjiri
ingatan hingga bandang bah meluap ruah kata.
2003