IBU uang sedang mencari anaknya yang 
menghilang. Kabarnya, konon ada seorang 
makelar uang yang telah menculiknya lalu 
menyeludupkannya ke rekening beberapa orang 
yang uang, lalu tersekap gelap di rumah uang. 
WAKTU itu, memang sedang musim orang 
tebar pesona, dan itu berarti juga musim 
menghambur-hambur bermacam uang-uang.
"SAYA mungkin tahu di mana anakmu, Ibu," 
kata seseorang. "Saya ada juga menerima uang 
dari seseorang. Apakah anak ibu itu bergambar 
laut dan ikan?" Orang itu lantas memberi isyarat 
tentang sebuah nama dan sebuah alamat.
"APAKAH anakku ada singgah di  rekening, Tuan?" 
tanya ibu uang, kepada nama dan alamat yang 
baru saja dia dapat.
"IBU, tolong jangan memfitnah. Sumpah, aku 
berlindung kepada yang Maha Uang, aku tidak 
kenal anakmu. Saya memang punya banyak 
rekening untuk mengasuh uang-uang saya. Tapi 
banyak juga rekening gadungan yang hanya 
mengaku-aku sebagai bagian dari komplotan 
rekening saya. Jadi, ah, jangan mudah menuduh." 
 
Di dekat sebuah lampu merah, tak jauh dari
sebuah bank uang, ibu uang akhirnya bertanya 
pada pengemis uang. "Tuan Pengemis Uang,
apakah Tuan ada bertemu anakku?"
SI pengemis uang malah nangis kencang, airmatanya 
bergemerincing di kaleng yang ia  tenteng, kaleng 
yang telah rombeng dan telah lama hanya kosong.