Tuesday, August 24, 2004

Lekaslah, Kecuplah Aku

"lekaslah, kecuplah aku"



Tersebab kemarau yang rawan,

berseru rumput kepada awan.



Lalu luruh jua: sebabak hujan.

Mungkin begitulah bibir langit

dan bibir bumi mesra berkecupan.



Kau tak tahu, tentu, tak tahu.

Karena tak kau pernah bisa

mendengar bisik bisu rayu itu.







Jangan Mengecup Aku

Sajak Yono Aljibsailz Wardito



terkadang aku berdiam dibilur waktu

mengenang bulirbulir padi yang merundukkan dahan

mengalirkan airmata seharian

sebelum mengering di bongkahan akar



aku sesak dalam sedikit senja, menyisa

hanya untuk kembali membaca namamu

pada bangkubangku panjang

yang basah oleh tempias hujan



o,jangan mengecup aku,

karena bibirmu sudah meranting

menyerupai lanting punggawa di kuala samboja

mendendam serpihan rindu dan kesepian

yang sedikit saja tak kau sisakan buatku.



o, aku yang selalu menari dikeleluasaan pagi

diantara dahan dan batangbatang bisu

diantara helaihelai bulu sayap yang berjatuhan



sebagaimana engkau, muasal kembara

menggigil dalam potret masa lalu

dengan sebuah botol; terbanglah!



jangan mengecup aku

sebab aku tak mampu terbang lagi.







LEKAS PEJAMKAN MATAMU

Sajak Anggoro Saronto





lekas pejamkan matamu, ringan ucapku



tapi tuhan tak pernah tidur, katamu ragu



maka aku menyuruhmu menutup mata untuk mengurangi

rasa berdosamu



tapi tuhan tak pernah bisa kita kelabui, katamu lirih



maka aku mengajakmu bersembunyi di balik meja dengan

taplak besar yang berjuntai



tapi tuhan dapat menembus segala penutup tirai, uraimu



aku mencintai sikap puritanmu sebagaimana aku mencintai

nafsu yang tersekap dalam sekam tubuhku



maka lekas, lekaslah pejamkan matamu, aku berbicara pada diri sendiri



karena rindu tak lagi bernyali.





JKT.08.04



Kecup Hanya Kecup

Sajak Zee Singleaway



bibir langit dan bibir bumi

kecup hanya kecup

jauh tetap jauh