Wednesday, January 12, 2011

Sang Ayah

Pablo Neruda














Sajak Pablo Neruda

AYAHKU yang lusuh datang, ia pulang
dari gerbong-gerbong.
Kami kenali suara itu
kala malam
lengking
lokomotif
melubangi hujan
dengan erang
mengambang,
ratapan malam hari,
dan kemudian
pintu menggigil
terbuka.
Angin yang buru-buru
datang menyertai ayahku,
dan di antara jejak dan bayang gamang
rumah
berguncang,
pintu-pintu terkejut
menyalak bersama kering
lengkingan letusan pistol,
tangga gelisah,
dan suara nyaring,
menyemburkan keluh, gerutu,
sementara gelap yang liar itu,
tumpah air hujan,
menderu di genteng
dan, perlahan,
mengenggalamkan dunia
dan semua bisa saksikan angin
bertempur dengan hujan.

Begitulah dia, setiap harinya.
Kapten kereta apinya, sejak fajar dingin,
dan lebih lekas matahari tiba
mulai menampakan dirinya,
daripada dia dengan misainya,
dengan merah dan hijau
bendera, lampu-lampunya,
mesin batubara dalam neraka kecilnya,
stasiun dengan kereta dalam kabut,
dan tugas geografinya.

Penjaga Rel Kereta adalah pelaut di bumi
dan di pelabuhan kecil tanpa garis laut -
kota-kota hutan - kereta lari, lari,
tak terkekang dunia,
menuntaskan navigasi buminya.
Ketika gerbong panjang datang singgah,
kawan-kawan datang bersamaan,
masuklah, dan pintu masa kecilku terbuka,
meja gemeretak
digebrak tangan Si Penjaga Rel Kereta
kacamata tipis kawanku tercampak
dan pantulcahayanya
memancar lepas
dari mata anggur.

Ayahku yang keras dan malang,
di sanalah dia di sumbu hidupnya,
persahabatan jantan, gelasnya penuh terisi.
Hidupnya pasukan gerak cepat,
dan di antara lekas datangnya dan perjalanan,
di antara tibanya dan gegas pergi,
suatu hari, lebih lebat hujan daripada hari lainnya,
Si Penjaga Rel Kereta, Jose del Carmen Reyes,
menaiki kereta kematian, dan sampai kini ia tak kembali.