Wednesday, May 2, 2007

[Ruang Renung # 198] Enam Aksioma Aoh

Sastrawan Aoh K Hadimadja (1911-1973) menulis buku "Seni Mengarang". Ada sejumlah aksioma - pernyataan yang kebenarannya umum diterima - yang bisa dipetik dari buku itu. Aoh menulis buku yang tidak khusus tentang menulis puisi. Buku ini memaparkan kepengarangan secara luas.

Pasal 1. Pekerjaan mengarang adalah kontinyuitas dalam berpikir dan bekerja, yang tidak boleh diputus-putus.
Penjelasan: Ini nasihat yang berat. Tapi mutak dijalani kalau ingin menghasilkan karangan-karangan yang hebat. Banyak pengarang yang sampai pada suatu waktu berhenti mengarang. Berhenti mengarang memang bukan dosa. Tetapi hasil puncak yang tak terduga-duga mungkin akan bisa tercapai bila si pengarang itu terus-menerus menghasikan karangan. Kontinyuitas yang tak terputus-putus bisa diartikan sendiri oleh pengarang paruh waktu - yang masih bekerja di bidang lain sebagai penopang nafkah - atau pengarang yang sepenuh waktunya dicurahkan untuk mengarang.


Pasal 2. Pengarang itu jiwanya pencari, yang terus-menerus mencari jawab atas rupa-rupa pertanyaan, baik yang bersangkutan dengan jiwa manusia, maupun dengan masyarakat dan ketuhanan.
Penjelasan: Pertanyaan adalah pelumas dari kepengarangan. Pertanyaan adalah pendorong ke pencarian. Pencarian pengarang mungkin tidak selalu sampai pada jawaban yang sesungguhnya dari pertanyaan itu. Tetapi pertanyaannya yang baik, yang mewakili pertanyaan dan kerisauan orang banyak, bisa mendorong orang banyak bersama-sama atau bersendirian, mencari jawaban masing-masing.


Pasal 3. Pengarang dianjurkan untuk sering melakukan perjalanan, mengamati apa yang ia lihat dalam perjalanan dan membuat catatan dari hasil pengamatannya itu.
Penjelasan: Perjalanan tidak harus dilakukan oleh jasmani pengarang saja. Perjalanan batin pun bisa menggerakkan pengarang ke wilayah-wilayah kreatif yang tak terduga. Perjalanan jasmani yang tak diikuti oleh batin yang siap mengembara pun akan sia-sia. Batin yang tidak siap akan luput mengamati pernik-pernik penting dan menarik sepanjang perjalanan itu.


Pasal 4. Pengarang sebaiknya membiasakan diri menulis buku harian. Buku harian bisa menjadi bahan karangan dan bisa juga dianggap sebagai latihan menulis yang sangat baik.
Penjelasan: Yang hakiki pada kebiasaan menulis buku harian adalah membiasakan kebiasaan menulis itu sendiri. Buku harian memaksa pengarang untuk memegang pena dan membuka buku, menghidupkan komputer atau laptop. Dalam hidup yang dilewati sehari pasti banyak hal terjadi, di buku harian apa yang banyak itu dipilih yang paling menarik untuk dicatat.


Pasal 5. Pengarang harus membaca dengan teliti dan disiplin. Buatlah catatan selama membaca dan buatlah tinjauan cerita setelah selesai membaca.
Penjelasan: Membaca dengan teliti dan disiplin, bukan membaca yang asal lewat. Membaca adalah sebuah pekerjaan kreatif yang aktif, bukan pasif. Apa yang ditemukan selama membaca sebuah karangan adalah sah milik si pembaca. Maka ia sebaiknya mencatat penemuannya itu. Tinjauan cerita bisa berisi sikap, penilaian pembaca atas apa yang ia baca. Pembaca harus mengambil pelajaran dari apa yang ia baca.


Pasal 6. Pengarang disarankan untuk banyak menerjemahkan karya-karya sastra yang baik. Menerjemahkan karya sastra adalah sebuah latihan yang sangat baik.
Penjelasan: Membaca karya dalam bahasa asing, kemudian menerjemahkannya, mendorong pengarang untuk menggauli karya asing yang ia baca itu lebih intim. Tabir perbedaan bahasa yang dikuak selembar-selembar, sekata demi sekata menawarkan ketegangan dan pengalaman yang mengasah kepekaan si pengarang. Kelak, si pengarang akan terlaltih memilih kata untuk menerjemahkan ide yang ada di kepalanya. []