Wednesday, March 9, 2011

[ KOLOM ] Seandainya Saya di Libya

 SEANDAINYA saya di Libya, seandainya saya penduduk negeri itu, saat ini, maka saya kemungkinan juga akan turun ke jalan.  Berunjuk rasa menuntut pemimpin kami  turun dari kursi kekuasaannya, dengan risiko mati ditembak pasukan sadis yang dipersenjatai khusus oleh Muamar Khadafi, pemimpin kami itu. Kenapa?  Karena inilah puncak kebosanan hidup di negara dengtan penguasa otoriter, dan saya tak punya pilihan.


Umur saya sekarang 40 tahun.  Itu artinya, sejak saya lahir, Khadafi sudah berkuasa lewat kudeta militer menggulingkan Raja Idris I, tahun 1969. Apa yang diberi Khadafi pada negeri ini? Pada mulanya dia adalah harapan.  Ia meniru Mao – pemimpin Cina dengan Buku Merah Kecil - menyebarkan panduan revolusi bernama Buku Hijau, dan kami membaca dengan takzim.  Tapi kemudian dia hanya memperkaya diri dan keluarganya sendiri. Anaknya berpesta di London, mengundang biduan Amerika dengan bayaran yang cukup untuk makan sehari dengan menu sederhana separo orang di Libya ini.

Saya tidak lagi muda. Tapi juga belum tua.  Usia 40 tahun adalah puncak usia produktif.  Anak saya dua. Tapi apa artinya berusia 40 tahun kalau saya menganggur?  Atau kalau saya punya pekerjaan, maka setiap hari saya terancam menjadi lebih miskin karena harga pangan naik terus?  Dan saya lebih cemas lagi dengan masa depan anak-anak? Apakah saya harus biarkan mereka tumbuh empat puluh tahun lagi dengan penguasa yang sama, atau penguasa berganti tapi mewarisi tabiat yang sama? Bersama saya ada 6,5 juta penduduk di negeri ini, 58 persennya anak muda di bawah 30 tahun.  Dan separo dari anak muda itu menganggur.

Anak-anak muda itu, seperti Mohammad Bouazizi, pedagang buah keliling di kota kecil Sidi Bouzid di Tunisia.  Bouazizi membakar diri, setelah gerobak buahnya dirampas polisi karena dia tak sanggup membayar pajak dagang yang mencekik leher. Bouazizi membakar diri setelah seorang polisi perempuan menempeleng dia, dan  lalu dua minggu kemudian tewas dan selebihnya adalah revoluisi yang menggulingkan presiden.

Bouazizi kehabisan harapan. Kami, anak-anak muda penganggur di negeri, juga tidak lagi punya harapan bahwa Khadafi bisa memberikan kehidupan yang lebih baik di negeri ini. Adakah pilihan lain dalam situasi seperti ini selain turun ke jalan?

Kami mungkin pernah bangga dengan Khadafi.  Ia dulu mempertontonkan pada dunia bagaimana ia tinggal di tenda dan dikawal oleh pasukan wanita. Ia selama 40 tahun sudah, berhasil "merukunkan" suku-suku padang pasir yang sejak dulu punya tradisi bermusuhan.

Tapi ternyata rukun di bawah penguasa otoriter dengan hidup yang makin tak jelas masa depannya, dan ancaman pemiskinan yang kian nyata itu tidak nyaman. Benar-benar tidak nyaman. Apalagi kesenjangan kian menganga! Minyak yang berlimpah di bawah gurun-gurun di negeri kami, hanya memperkaya sebagian elit di lingkaran orang dekat Khadafi.

Kami pernah bangga dengan Khadafi karena berani melawan Amerika, negeri yang jadi sasaran kebencian bersama kami.  Karena itu kami pernah mencintai Khadafi. Ia melawan Amerika ketika Libya dihubungkan dengan kelompok teroris - mereka menyebut Agen Libya - yang membajak dan meledakkan pesawat Pan Am dan menewaskan 270 penumpang.

Tidak ada tanda-tanda kapan Khadafi mengundurkan diri.  Juga tidak jelas siapa yang akan menggantikan dan bagaimana menggantikan dia. Kami tidak punya pengalaman untuk mengganti pemimpin. Mungkin inilah pilihan satu-satunya: kami harus turun ke jalan. Dengan cara itu kami melumpuhkan semua mesin kekuasaan Khadafi. Inilah pilihan satu-satunya. Inilah revolusi kami. Revolusi yang merebak di negeri-negeri di jazirah Arab ini.

Revolusi? Itu seperti terdengar datang dan diucapkan dari beberapa abad yang lalu ya?  Ah, dunia sedang memasuki  tahap yang berbeda lagi. Revolusi? Jika ia api kami mungkin terlambat menyalakannya di negeri kami.  Jika ia api, maka kami yakin api itu akan membakar penguasa otoriter dan kami berharap ini adalah pelajaran penting bagi perjalanan negeri kami selanjutnya.  Penguasa otoriter, atas nama apapun dia memimpin rasanya memang tak layak lagi diberi tempat di manapun di dunia yang tua ini.  Dunia yang kian sesak ini.

Sesak? Ya, tahun ini, saya tahu penduduk bumi  mencapai tujuh miliar. Pertambahan penduduk bumi makin cepat!  Perlu tiga puluh tahun untuk mencapai pertambahan satu miliar dari dua milir di tahun 1930 menjadi tiga miliar di tahun 1960. Tapi, sekarang pertambahan satu milir di tahun ini hanya perlu waktu sebelas tahun.  Di tahun 1999 penduduk bumi masih enam miliar.  Di tahun 2045, penduduk bumi akan mencapai sembilan miliar!
 
Kami, di negeri kami, di  Libya ini, ingin juga ikut berbuat sesuatu untuk menciptakan dunia yang nyaman untuk dihuni bersama.  Tapi, dengan penguasa yang lupa pada rakyat, atau sibuk memperkuat persenjataan karena nafsu untuk menjadi tokoh penting di percaturan politik dunia, rasanya tak ada yang bisa kami sumbangkan untuk dunia ini.  Itu sebabnya kami turun ke jalan. Kami menguasai kota-kota.  Kami tak tahu bahwa kami bisa melakukan ini semua.  Sudah 40 tahun sudah lamanya kami diam. Kami takut.  Dan kini kami sampai pada puncak ketakutan itu. Kami sadar tak ada yang harus kami takuti kecuali ketakutan kami sendiri.

Dunia, saksikanlah kami. Kami berhasil mengatasi ketakutan kami.   Peluru yang dibeli dari anggaran militer besar di negeri kami, ternyata hanya bisa membunuhi kami, penduduk yang seharusnya bisa makan dari harga peluru itu. Khadafi, kalian dengar pidatonya? Dia menganggap kami  tikus dan kecoak yang harus diburu sampai ke liang-liang kota.  Dan itu dilakukan oleh tentara yang kami yakin di hatinya juga bersemayam ketakutan akan kemiskinan.

Dunia, saksikanlah betapa berbahayanya penguasa yang lupa, buta dan tuli. Ia tak mendengar jeritan lapar dan putus asa kami, rakyatnya sendiri.  Apa yang terjadi di negeri kami saat ini, kami harap menjadi contoh terakhir bagi dunia, bahwa penguasa lalim bisa hadir dari sosok yang semula datang dengan penuh janji dan harapan.  Kalau selama ini kami diam, kami tidak bodoh.  Ya, kami akui, kami takut, tapi sekarang tidak lagi.
Kalau saya mati, tertembak oleh tentara negeri kami sendiri, rasanya saya tidak akan menyesal. Kalau dengan cara ini pun Khadafi tak juga tumbang, rasanya saya juga tidak akan menyesal. Tapi saya sangat yakin dengan cara apapun penguasa tua itu pasti akan jatuh. Saya berharap sistem terbaik bisa diterapkan di negeri ini. Sistem yang memungkinkan kami memilih pemimpin terbaik, sistem yang membatasi kekuasaannya, dan sistem itu juga menyediakan mekanisme bagaimana kami mengganti pemimpin.  Dunia pasti tidak akan sempurna, tapi kita punya harapan untuk membuatnya menjadi lebih baik. []