Saturday, March 26, 2011

Induk Bersayap Hangat

IBUKU penjemput subuh. Matanya selalu lebih lekas terbit daripada matahari. Tangannya cahaya, menyibakkan dingin kelambuku. Ibuku penimba hati.

Rumahku berpagar turus buncis. Perdu sesulur labu. Ibuku separuh petani, separuh penari. Ia pandai menumis, pucuk-pucuk tangis.

HARI kami panjang, harapan kami pendek. Tapi ibuku pemintal handal. Ia jalin doa-doa hingga selalu lebih panjang daripada perigi paling dalam.

Di belakang rumah kami, halaman lapang. Unggas bebas tak berkandang. Ibuku induk bersayap hangat, yang tak mengerami anak-anaknya.