Tuesday, December 14, 2004

300 Halaman Kesaksian Kosong

: Harry Roesli







"Ajari aku main gitar. Gitar tanpa senar..."



Aku tak pernah bisa main gitar. Aku selalu kagum

kepada siapa saja yang pandai memadukan

kelihaian tangan: yang kanan memetik senar, yang

kiri memencet ruang bar, lalu mengalun suara yang

bukan sekedar gencreng-gencreng, bukan hingar-bingar.



Aku ini sebenarnya cuma gelandangan. Maka, karena aku

tahu kau orang yang tidak pernah mencumakan anak-anak

yang dilahirkan dan hidup di jalanan, kepadamu aku minta

diajari main gitar. Gitar tanpa senar. Aku mau menyanyi,

lagu Garuda Pancasila, dan negeri yang belum maju-maju.



"Ajari aku main teater. Teater tanpa skenario..."



Aku percaya pada kejujuran lakonanmu. Sementara,

begitu sempurna sandiwara dimainkan di negeri ini.

Aku percaya pada niat tulus pertunjukanmu. Meskipun,

begitu banyak sutradara gadungan yang tak pernah

berhenti curiga dan menakut-nakuti kami para penontonmu.

Aku sabar menunggu pelajaran di depan kelas panggungmu. Walau, banyak guru palsu yang merasa paling pintar

membodohi kami murid-murid negeri sakit ini.



"Ajari aku menulis kesaksian. 300 halaman tanpa tulisan..."



Agar aku kelak bisa mengisi halaman-halaman kosong itu.

Sehalaman pun jadi, sehuruf pun semoga ia berarti.