MENULIS puisi bagi saya terasa seperti pertarungan antara pikiran dan perasaan. Ini bukan pertarungan yang saling mengalahkan. Tidak ada yang akan kalah pada akhirnya. Keduanya harus sama-sama unggul, sama-sama tangguh, sama-sama kuat. Keduanya harus keras kepala.
Pikiran, rasio, pengetahuan, kadang-kadang seperti memberikan umpan kepada perasaan untuk dihajar habis-habisan. Perasaan, emosi, gerak hati, pada kesempatan lain membuka perisai agar diserang bertubi-tubi oleh pikiran.
Saya selalu berusaha untuk menjadi wasit yang menjaga agar pertarungan ini imbang, dan akhirnya kami kelelahan setelah sebuah pertarungan yang berdarah-darah. Saya tentu saja menikmati dan merindukan pertarungan tersebut. Kadang-kadang, keduanya - pikiran dan perasaan - malas untuk bertarung.
Saya harus mengadudomba mereka. Kadang-kadang, mereka siap bertarung, tapi saya yang malas mengatur pertarungan itu. Saya tidak boleh malas. Tapi, saya berdua harus tahu, kapan mereka bugar dan siap bertarung, kapan mereka harus beristirahat sepenuhnya.