Friday, May 18, 2012

Hanya Begini yang Bisa Kujelaskan




      AKU menuruti petunjukmu, Paulo Coelho, tentang udara dingin Amsterdam. Tak kutemui pelukis di sini. Aku melepas sarung tangan, bagi tombol pelepas rana, dan embun pada lensa.  Dan rindu, itu adalah mutlak musim yang pernah buruk. Dan kita tak siap menghadapi kemungkinan-kemungkinannya.

*

       Dresden masih jauh, dari tempatku berdiri, dan aku mencoba berkaca pada keruh kanal, mencoba menyampaikan bayang-bayangku ke dinding-dinding yang menyenaraikan sajak-sajak itu. Dan rindu, adalah kian berat kayuh, meski  kau penumpang satu-satunya, tak lagi ada pada boncengan sepeda.

*

       Ada restoran di muara Amsterdam, seperti kapal yang kandas ketika hendak kembali pulang. Mula-mula, yang kita inginkan adalah sesuatu yang sangat sederhana: secawan teh, dan poci yang menyelusupkan hangat ke jari dan hati kita. Dan rindu, adalah menu yang tak sedap, tapi di kota ini hanya ada tersisa satu restoran yang masih buka.

*

        Di lapangan pasir museum itu, aku membentang benang, serbuk kaca menghambur di dingin udara, dan layang-layang yang putus sebelum kuterbangkan, ke langit Paris yang enggan.  Dan rindu, adalah imigran gelap yang menawarkan engkau padaku, dengan harga yang tak tertebak.