Friday, September 16, 2011

Beri Dia Aplaus

DI tangga turun, ke dataran, ke teater pasir,
kita dihentikan sirkus, oleh dia yang sebut nama,
dengan agak jenaka, dalam berbagai bahasa:

"Ya, Tuan dan Puan,  tertawalah karena aku
dari… (ia sebut sebuah kota). Beri aplaus aku!"

Kita tertawa. Aku kira setelah sulapan kecil itu,
salah seorang dari kita akan hilang selamanya.

Atau aku menjadi gambar monster tak bermata
dalam sebuah gambar besar, tato di dadamu.