Friday, June 18, 2010

Tak Semata Mata dan Metafora Lainnya

MATAMU sepasang taman. Kelinci-kelinci
kecil berlompatan, seperti airmataku, jika
aku menangis dulu. Bulu matamu, pagar pandan.

Rambutmu serat-serat hujan malam. Aku
menenun dengan tangan. Sepasang balam
berdiam di pagar titian mataku-matamu.

Lidahmu hiu kecil merah jambu, bersirip ajaib,
yang mengecipakkan kata-kata mantra,
saat ia merenang di teluk teduh: mulutku.

Alismu kebun buluh. Sebatang kutebang,
kucuri waktu petang. Nanti, di tengah sunyi,
aku mengendap datang: memancing bimbang.

Telingamu kupu-kupu. Kepaknya mengonserkan
partitur warna sayapnya. Ada yang ia bisikkan
selalu: larva rindu. Kelak menetas di hatimu.

Bibirmu kawanan angsa merah. Berenang
melingkari danau, bening dan hening. Aku?
Pemburu piatu, busurku patah, habis anak panah.

Dadamu padat kubis, kupuja tumbuhnya
selapis-selapis.Warna putih itu, kutabung
dari terang pertama, fajar bangkit.