Thursday, June 5, 2008

[Tadarus Puisi # 032] Nonton Televisi Rusak

Televisi
Sajak TS Pinang


televisi kami retak kacanya, memar oleh tongkat bendera. membran loudspeakernya koyak sebab bising berita yang tak lelah teriak. ALLAHU AKBAR. kami maha kecil. siapa mengajari televisi kami demikan barbar? mungkin kami lupa mematikannya sebelum mengasingkan diri di bantal tidur di mana kami rajin bermimpi menjadi kanak, selamanya kecil. maha kecil. kami lelah menjadi dewasa, merasa telah besar dan tahu hal-hal yang benar. televisi kami lelah berkabar, ia kini cuma sekotak plastik penuh memar.

televisi kami tak berbunyi lagi. kepalanya terbakar. lalu kami membalutnya dengan kain sprei agar lukanya tak berdarah lagi. maafkan kami, o televisi, kami hanya ingin membalut retakmu yang sembab. televisi kami buatan eropa. setelah kami balut retak lukanya. kini mirip buatan arabia.



UPAYA puisi adalah perkara mengucapkan sesuatu. Sajak di atas adalah contoh yang baik. Siapa yang tak tahu kejadian rusuh di Monas itu? Siapa saja boleh beri pendapat, unjuk sikap, boleh setuju atau membenci. Penyair pun boleh ambil bagian. Tentu dengan caranya: menulliskan sajak. Sajak bagi penyair adalah ucapannya, komentarnya, pendapatnya atas peristiwa yang menarik minatnya atau mengganggu batinnya. Sajak tentu saja boleh diniatkan sebagai komentar atas sebuah peristiwa. Sespontan apapun komentar itu, bila dikerjakan dengan hati, pastilah tampak padanya gurat-gurat permenungan si penyair.

Lantas soal lain adalah bagaimana mengucapkannya. Lagi-lagi sajak ini menunjukkan sebuah upaya mencari dan menemukan cara pengucapan yang baik. Penyairnya tidak menelan mentah, sedikit mengunyah dan memuntahkan lagi peristiwa itu. Penyair kita ini dengan caranya sendiri - dengan perumpaan yang suka saya pakai - mengambil setumpuk serasah daun kasar peristiwa, lalu ketika ia sentuh dedaunan itu jadi semacam kompos. Belum matang memang, tapi kita tidak lagi hanya disodori dedaunan yang tentu saja mengundang tanya: kalau cuma dedaunan ini yang kau sodorkan, hei penyair, aku pun bisa memungutnya di tepi jalanan itu.

Penyair dan syairnya yang telah menunjukkan bahwa dia telah berupaya perlu kita beri harga. Harga yang pantas. []