Monday, October 22, 2007

Sejumlah Helai Kenangan pada
Beberapa Lembaran Kartu Pos


[Shania Saphana mengirimkannya untuk kekasihnya, Kavi Matasukma]

/1/
AKU kirimkan kartu pos, bergambar sekawanan itik,
kartu pos hadiah edisi khusus National Geographic.

Aku tak bisa menggambar awan terang, awan kembang,
yang kulihat di sisa petang, di langit sebentang.

Sebuah bom lagi jatuh, sebuah kota lagi diserang.
Hujan cahaya makin jauh sembunyi di anganku rapuh.

Serapuh bulu-bulu pertama anak-anak unggas, yang
terbakar bersama induk di sarang, tak sempat terbang.


/2/
AKU kirimkan kartu pos, warna matahari yang hijau,
aku ingat, kau pernah membisikkan sajak untukku,
sajak tentang hijau yang bukan sembarang hijau,
tapi hijau yang pukau, tapi hijau yang berkilau.

Aku tertawa ketika itu, kukira penyair sepertimu,
mengidap semacam kanker jiwa akut, stadium lanjut.

Tapi, ketika kulihat kartu pos hijau itu, aku ingat
kamu dan sajakmu itu. Apakah aku tertular virusmu?

/3/
AKU kirimkan kartu pos, bergambar potret penyair
yang aku hanya tahu namanya. Kau tentu bisa melacak
di Wikipedia, aku tak peduli sajaknya seperti apa,
aku hanya tahu kau pasti akan sibuk mencari sajaknya,
sampai kau tahu dia ada di Kutub Sapardi atau Rendra.

Ah, sajak dan senja, adalah komposisi yang berbisa,
bagi hati yang sedang diluapi cinta. Ketika itu,
aku meminta kau membaca "Nyanyian Suto untuk Fatima",
tapi kau menawarkan "Aku Ingin" atau "Dalam Doaku"

"Kenapa kau tidak menulis sajakmu sendiri untukku?"

Lalu semalam itu kau habiskan berburu imaji dan kata
Lalu kau gugah aku pukul 04.00, untuk mendengarmu
membacakan sajak terindah yang pernah kau gubah.

Tapi, aku harus pergi ketika itu, karena bahkan
pada sajak berbait kuat tak akan membuatku terikat.


/4/
AKU kirimkan kartu pos, bergambar siluet diriku,
juga sebuah alamat yang ragu. Aku tak tahu, pantaskah
bila aku berharap, suatu waktu kau pergi menjemputku?