Thursday, October 25, 2007

[Majas # 002] Alusio

ALUSIO. Pemakaian ungkapan atau kutipan yang tidak diselesaikan karena ungkapan atau kutipan itu dianggap oleh penyair sudah dikenal maksudnya. Penyair pun ingin menyampaikan maksud sajaknya secara sembunyi-sembunyi dan dengan demikian ia juga membumbui sajaknya dengan rempah penambah rasa estetika.

Contoh:
a. Pesan terakhir. Musik. Telepon genggam menyanyikan
    The Beatles: Mother....


("Panggilan Pulang", Joko Pinurbo, "Telepon Genggam", Penerbit Kompas: Jakarta, 2003)

b. Nafsu hidup telah berhenti
     bersama nyanyian anak
     yang surut tatkala nyala bulan redup mati,
   
  "Lir-ilir, lir-ilir, tandure wis semilir..."

("Variasi pada Tema Maut IX: Lir-ilir", Subagio Sastrowardoyo, "Dan Kematian Makin Akrab", Grasindo: Jakarta, 1995)


c. Hari itu kita masih ingat: tulisan cakar-ayam
    di sebuah buku lusuh
     yang ditinggalkan orang:

           
Bersatulah buruh dunia, bersatulah!
           Kita yang dimiskinkan....


     Kita melihat jam besar di dindong pabrik itu
     gemetar
     dan buruh-buruh yang pucat
     p enyap tersandar.


("Internasionale", Goenawan Mohamad, "Sajak-sajak Lengkap 1961-2001", Metafor Publishing: Jakarta, 2001.)


d. Tapi banyak yang nekad berjudi mimpi
    Seperti dihembus oleh lagu Koes Plus:

    
 Ke Jakarta aku 'kan kembali...
     Walaupun apa yang 'kan terjadi...


("Bang Ali dan Jakarta Tahun 1920-an", Zeffry J. Alkatiri, "Dari Batavia Sampai Jakarta 1616-1999", IndonesiaTera: Magelang, 2001)

Dengan jurus majas alusio ini, penyair-penyair kita yang dipetik contoh sajaknya di atas tak perlu menuliskan lengkap syair lagu "Mother"-nya The Beatles, pendapatnya Karl Marx, lirik lagu rakyat, dan lagu pop. Mereka hanya menghadirkan petikannya, dan itu dianggap sudah cukup. Dan memang cukup. Yang dihadirkan bukan lagi sekadar kata dan makna kata itu, tetapi dengan petikan tersebut penyair ingin membangun suasana dan pendapat, atau makna yang hendak ia tampilkan dalam sajaknya.