Mana Niat Catat Nasihat
kita harus menuliskannya, saudara
sebelum huruf membaca kita, dan
mengembalikan nasib ke mula alifbata
kita harus menerjemahkannya, saudara
sebelum kata menyebut kita, lalu
memulangkan bahasa ke kamus lupa
kita harus mengucapkannya, saudara
sebelum suara membisik-bisik nama
menyerahkan kita ke hening hana
saudara, memang kita harus mengejarnya
sebelum gerak memaku kita, dan geram
pun dipasrahkan ke redam diam
kita harus segera mencatatnya, saudara
sebelum hanya tiada mengenang kita
(dan cuma batu nisan yang nyebut nama)
Mar 2003
Blog ini adalah daerah cagar, suaka bagi sajak-sajak, terjemahan, dan esai-esai Hasan Aspahani. Hal-ihwal yang pernah hilang dan ingin ia hapuskan.
Friday, February 28, 2003
Wednesday, February 26, 2003
Pada Kemasan Shampoo Anakku
-1-
seorang anak kecil mandi lama sekali
ia mencuci rambutnya girang sekali
katanya kepada mamanya:
"nanti abah pulang, dia mau
mencium ubun-ubunku lagi..."
mamanya tersenyum manis sekali
dan diam-diam mengecupi
ujung rambutnya sendiri
-2-
dunia di rambut anak-anak
ah, alangkah indah semarak
buih-buih shampoo berjuta-juta
buih-buih yang oranye warnanya,
pantulan wajah anak-anak menjelma
jadi senyuman ah, alangkah manisnya
Feb2003
-1-
seorang anak kecil mandi lama sekali
ia mencuci rambutnya girang sekali
katanya kepada mamanya:
"nanti abah pulang, dia mau
mencium ubun-ubunku lagi..."
mamanya tersenyum manis sekali
dan diam-diam mengecupi
ujung rambutnya sendiri
-2-
dunia di rambut anak-anak
ah, alangkah indah semarak
buih-buih shampoo berjuta-juta
buih-buih yang oranye warnanya,
pantulan wajah anak-anak menjelma
jadi senyuman ah, alangkah manisnya
Feb2003
Monday, February 24, 2003
Hari Sobek Lembar Demi Lembar
segegas februari selekas januari, di ujung
kalender: desember nunggu teramat sabar
merayakan keusangan waktu, lembar demi
lembar (tanggal yang tak sempat tergambar)
ia tertibkan debar, ia rapikan gentar
ia benci kalender -- angka-angka tak terbagi --
yang angkuh sungguh mengulur-ulur umur
ia dengar gemetar sobek hari-hari, mengingatkan
dus merahasiakan bilangan hitung mundur
begitu ngantuk, ia tak ingin tidur
Feb2003
segegas februari selekas januari, di ujung
kalender: desember nunggu teramat sabar
merayakan keusangan waktu, lembar demi
lembar (tanggal yang tak sempat tergambar)
ia tertibkan debar, ia rapikan gentar
ia benci kalender -- angka-angka tak terbagi --
yang angkuh sungguh mengulur-ulur umur
ia dengar gemetar sobek hari-hari, mengingatkan
dus merahasiakan bilangan hitung mundur
begitu ngantuk, ia tak ingin tidur
Feb2003
Sunday, February 23, 2003
Engkau yang Terlipat, Sepi yang Tersisip
ketika dilipatnya engkau, mungkin ada Sepi yang
tersisip (melapis kenangan yang kau kekalkan)
ah, dia memang tak cermat merapikan hati:
kertas kosong untuk menulis puisi, tak ada lagi
di amplop itu cuma namamu, seperti di hatinya
tanpa perekat, prangko bergambar vas dan gunung
siap mengantar sebuah kabar ke alamat-alamatmu
kabar yang masihkah kau tunggu dengan rindu?
Feb2003
ketika dilipatnya engkau, mungkin ada Sepi yang
tersisip (melapis kenangan yang kau kekalkan)
ah, dia memang tak cermat merapikan hati:
kertas kosong untuk menulis puisi, tak ada lagi
di amplop itu cuma namamu, seperti di hatinya
tanpa perekat, prangko bergambar vas dan gunung
siap mengantar sebuah kabar ke alamat-alamatmu
kabar yang masihkah kau tunggu dengan rindu?
Feb2003
Kali Ini, di Sajakku Ada Ular
akulah telah belajar pada marah ular
melapis mengelupas lapar ngejar liar
rahangku perangkap, rahang gelap ular
kata kulahap, akh! maki kutuk kutebar
di darahku mengalir racun seribu ular
di setiap lukaku tumbuh taring ular
kuburu Entah pada semak paling belukar
kutemu Engkau pada mangsa menggelapar
Feb2003
akulah telah belajar pada marah ular
melapis mengelupas lapar ngejar liar
rahangku perangkap, rahang gelap ular
kata kulahap, akh! maki kutuk kutebar
di darahku mengalir racun seribu ular
di setiap lukaku tumbuh taring ular
kuburu Entah pada semak paling belukar
kutemu Engkau pada mangsa menggelapar
Feb2003
Thursday, February 20, 2003
Reply Kenangan, 1978
mayat, ini mayat budi, mayat budi!
aih, aku rindu kalimat itu, Pak Guru
kalimat yang dulu kubayangkan
kautulis dengan kapur yang membuat
kau seperti dikepung uban (baca: usia),
tahun 1978, diam-diam aku mengejakannya
di bukuku dan kemudian bangga sendiri
lihat! aku sudah cakap menulis, kan?
tentu tak pernah ada gambar dan warna darah
di buku inpres yang sampai juga ke kelas kita
lewat birokrasi kantor penilik sekolah kecamatan
(belajar tulis baca, tak sopan dengan tema kematian),
lalu dengan bakat menggambarku kubuat budi
dengan matanya kelam, senyumnya hitam: ini mayatnya
aih, kenapa tak diponten gambarku itu, Pak Guru?
Pak Guru, aku memang bukan murid yang bisa kau
banggakan, senam pagi, talkin indonesia raya, tak
lebih menarik bagiku daripada membayangkan:
prosedur kematian,
prosesi kehancuran!
Feb2003
mayat, ini mayat budi, mayat budi!
aih, aku rindu kalimat itu, Pak Guru
kalimat yang dulu kubayangkan
kautulis dengan kapur yang membuat
kau seperti dikepung uban (baca: usia),
tahun 1978, diam-diam aku mengejakannya
di bukuku dan kemudian bangga sendiri
lihat! aku sudah cakap menulis, kan?
tentu tak pernah ada gambar dan warna darah
di buku inpres yang sampai juga ke kelas kita
lewat birokrasi kantor penilik sekolah kecamatan
(belajar tulis baca, tak sopan dengan tema kematian),
lalu dengan bakat menggambarku kubuat budi
dengan matanya kelam, senyumnya hitam: ini mayatnya
aih, kenapa tak diponten gambarku itu, Pak Guru?
Pak Guru, aku memang bukan murid yang bisa kau
banggakan, senam pagi, talkin indonesia raya, tak
lebih menarik bagiku daripada membayangkan:
prosedur kematian,
prosesi kehancuran!
Feb2003
Wednesday, February 19, 2003
Pecahkan Kaca, Lukakan Kata
(re: Mendung Rumah Penyair)
luka kata dan darah kita dan pecahan kaca, biar kubiar
kutebar di seluruh tubuhku: rumahku, biar terperangkap
pekik terlirih dunia, biar terjebak jerit tersakit manusia
debu mimpi pasti tak ramah padamu, yang datang ke: rumahku
dan badai mendung ini, wahai! jangan usir ia lalu berlalu saja
aku ingin terus punya alasan untuk mengabadikan duka, Saudara!
Feb 2003
(re: Mendung Rumah Penyair)
luka kata dan darah kita dan pecahan kaca, biar kubiar
kutebar di seluruh tubuhku: rumahku, biar terperangkap
pekik terlirih dunia, biar terjebak jerit tersakit manusia
debu mimpi pasti tak ramah padamu, yang datang ke: rumahku
dan badai mendung ini, wahai! jangan usir ia lalu berlalu saja
aku ingin terus punya alasan untuk mengabadikan duka, Saudara!
Feb 2003
Tuesday, February 18, 2003
Re: Mereply Puisi yang Belum Ditulis TS Pinang
pria gondrong itu terkekeh-kekeh bersama monitor, ludahnya berselekeh, oh nikmatnya, aku memaki dari jarak sejauh Batam-Yogya, "kau alangkah taik kucingnya", eh penyair-penyair itu bertepuk tangan: plok! plok! plok! mengira seorang penyair besar sudah mati dibunuh asep! aku mau ngadu ke nanang tapi dia sibuk mencari puisi di sela-sela tesisnya, huh pendusta! padahal aku tahu saja kalau ia malah menyiangi rindu di mata di dada kunthi, katanya sih itu kekasihnya
aku mau menyapa medi, he he tapi malu, nanti aku dimaki tak sekaliber dia, "awak nih apalah, cuma anak kampung yang belum tiga tahun di jakarta," hei hei hei heri, ajari dong aku memasak puisi, puisiku gosong, puisiku tak matang: nanti ben abel muntah menelannya. kita bisa nyanyi blues dengan lagu yang tulus, tulus? dia bisa main gitar nggak ya? tanpa gitar aku membayangkan inul ngebor dalam puisi dani
aku masih penasaran sama ninus, apa betul anak itu tak beres mengelap ingus? moyank tak tahu, dasar! dia mau beternak ayam kampung atau bebek alabio, siapa tahu bisa diinterbiu lagi sama koran malaysia, naaaah, padahal yono memaki-maki bodohnya aku, bodohnya aku! (dia tak mabuk tequila, cuma tertusuk duri kakap di sela gigi geraham bungsunya)
aku pusing gagal memposting puisi, tak ada karya afrizal tardji, mungkin pakai nama samaran kali ya? GM, halo, oom? apa kabar utan kayu? oom diajak iwank briefing nggak? aku nggak bisa ke TIM, 8 Maret nanti, soalnya besoknya aku ulang tahun, dan aku mau merayakannya di dalam liang lahat chairil, mau minta sebait puisi, supaya bisa hidup seribu tahun lagi, katanya dia juga mengundang subagio datang. Oh, alangkah puisi, alangkah puisi!
Feb2003
pria gondrong itu terkekeh-kekeh bersama monitor, ludahnya berselekeh, oh nikmatnya, aku memaki dari jarak sejauh Batam-Yogya, "kau alangkah taik kucingnya", eh penyair-penyair itu bertepuk tangan: plok! plok! plok! mengira seorang penyair besar sudah mati dibunuh asep! aku mau ngadu ke nanang tapi dia sibuk mencari puisi di sela-sela tesisnya, huh pendusta! padahal aku tahu saja kalau ia malah menyiangi rindu di mata di dada kunthi, katanya sih itu kekasihnya
aku mau menyapa medi, he he tapi malu, nanti aku dimaki tak sekaliber dia, "awak nih apalah, cuma anak kampung yang belum tiga tahun di jakarta," hei hei hei heri, ajari dong aku memasak puisi, puisiku gosong, puisiku tak matang: nanti ben abel muntah menelannya. kita bisa nyanyi blues dengan lagu yang tulus, tulus? dia bisa main gitar nggak ya? tanpa gitar aku membayangkan inul ngebor dalam puisi dani
aku masih penasaran sama ninus, apa betul anak itu tak beres mengelap ingus? moyank tak tahu, dasar! dia mau beternak ayam kampung atau bebek alabio, siapa tahu bisa diinterbiu lagi sama koran malaysia, naaaah, padahal yono memaki-maki bodohnya aku, bodohnya aku! (dia tak mabuk tequila, cuma tertusuk duri kakap di sela gigi geraham bungsunya)
aku pusing gagal memposting puisi, tak ada karya afrizal tardji, mungkin pakai nama samaran kali ya? GM, halo, oom? apa kabar utan kayu? oom diajak iwank briefing nggak? aku nggak bisa ke TIM, 8 Maret nanti, soalnya besoknya aku ulang tahun, dan aku mau merayakannya di dalam liang lahat chairil, mau minta sebait puisi, supaya bisa hidup seribu tahun lagi, katanya dia juga mengundang subagio datang. Oh, alangkah puisi, alangkah puisi!
Feb2003
Subscribe to:
Posts (Atom)